Kamis, 18 Februari 2016

SAHABAT



Persahabatan itu seperti “unsur-unsur kimia”, saling mengikat dan butuh akan “kesetimbangan”, seperti “gaya pegas” yang akan kembali ke bentuk semula meski terkadang ada masalah, seperti “peredaran darah manusia” yang rumit, tapi itulah yang membuat persahatan semakin asyik, seperti “tata surya” yang indah, seperti “saturnus” yang penuh tanda tanya, seperty “eritrosit” yang menyebarkan sari-sari kasih sayang. Hubungan hati yang saling menyayangi seperti “sinapsis” saraf yang kita punyai. Persahabatan … ia adalah ikatan terindah yang pernah aku temui di dunia.
#Miss you so much, kawan.

Bagiku, kalianlah hadiah terindahku. Berupa persahabatan yang merupakan ikatan terindah yang pernah ada. Dia hadir tanpa menyalahi takdir, dan hidup bagai air. Tenang, penuh akan rasa yang ku sebut sayang. Layaknya pelangi yang indah akan warnanya, persahabatan juga punya banyak warna.
Putih untuk suci, karena persahabatan memang terlahir dalam keadaan fitri. Hijau untuk kesucian hati, karena pada dasarnya persahabatan mengalirkan ketenangan, namun entah mengapa terkadang banyak yang iri akan kehadirannya. Dan merah untuk berani, karena pada saat persahabatan itu kuat dia akan tetap menegakkan kepala melangkah menghadang semua bahaya yang datang untuk menghancurkannya. Saat luka menghampiri kita, persahabatanlah yang membuat seakan-akan luka itu tak pernah ada. Dan saat bahagia itu ada, persahabatanlah yang menjadikan kita tertawa bersama.
SAHABAT…
SATU KATA BERJUTA MAKNA
SEJUTA JIWA DALAM SATU CINTA
TERPISAH OLEH WAKTU
NAMUN HATI  TETAP  SATU                                                             
SATU KATA UNTUKMU…
I MISS YOU
“One personal of DAISUKI”

Rabu, 17 Februari 2016

“IKATLAH ILMU DENGAN MENULIS




Judul: Mengukir Nama dengan Menulis
Tulisan adalah salah satu bentuk unik bukti sejarah. Secara tersurat maupun tersirat, tulisan mampu menjelaskan dengan gamblang apa yang telah terjadi di masa lampau. Selain itu, keajaiban tulisan sendiri ialah mampu membawa kita terhenyak terbawa perasaan yang disuguhkan oleh sang penulis. Ketika kita dihadapkan pada jutaan coret tulisan, terkadang kita mampu tertawa, tersenyum, sedih, bahkan sampai menangis. Tak hanya itu, andaikan penulis menghidangkan kisah klasik masa lalu, kita pun seakan terbawa pada suasana yang ada di masa lalu tersebut.
Bila dikatakan bahwa menulis adalah kegiatan yang dibilang agak susah, saya rasa tidak. Siapapun orangnya bisa melahirkan sebuah coretan berwujud tulisan. Dari kejadian, kita mampu menulis. Dari pengalaman, kita mampu menulis. Bahkan, dari lingkungan pun kita mampu menyuguhkannya dalam bentuk susunan kata indah yang diharapkan setiap orang. Banyak orang yang tak menyadari bila dirinya mempunyai kemampuan di bidang tulis menulis. Karena kegiatan ini identik dianggap menjenuhkan dan cepat membuat bosan karena rasa malas yang terus dibiarkan. Padahal kegiatan yang hanya melibatkan selembar kertas dan sebatang pena ini sudah dikenal oleh makhluk yang berwujud manusia ini sejak kecil, bahkan diusia yang belum genap lima tahun.
Sesuai dengan tema “ikatlah ilmu dengan menulis” sebagaimana maqalah yang disampaikan oleh sayyidina Ali bin Abu Thalib, kembali menggugah kesadaran kita akan tersia-siakannya sebuah tulisan di hadapan kita saat ini. Padahal sepandai apapun seseorang, secemerlang apapun pemikiran yang dimiliki, jika tidak menulis maka akan hilang ditelan zaman. Kita tak akan pernah dikenang selama kita tak punya karya, sekecil apapun itu. Kata bijak mengatakan, bila kita ingin mengenal dunia, maka membacalah. Tapi, jika kita ingin dikenal dunia, maka menulislah.
Tak ada yang perlu dipersulit ketika kita ingin menulis. Menulislah dengan nyaman dan sesuai isi hati yang sedang dirasakan. Menulis merupakan obat yang menyembuhkan kegalauan, menenangkan, dan ajang untuk melepas beban yang diemban. Dengan menulis, seakan problem-problem yang dirasa mampu dituangkan dan dicurahkan dalam wujud tulisan itu sendiri. Uniknya, setiap orang memiliki interest masing-masing yang membuat hasil tulisan setiap orang memancarkan gaya yang berbeda.
Untuk mempermudah kita dalam menulis, hendaknya kita membuat kerangka terlebih dahulu mengenai apa yang akan kita tulis. Sehingga nantinya kita dapat merampungkan tulisan dengan sempurna, tanpa ada kendala berhenti di tengah jalan dikarenakan kehabisan kata ataupun pemikiran. Dari sini timbul pertanyaan: “Apakah kerangka lebih penting daripada tema?” Bukan berarti demikian. Tema merupakan satu hal yang harus dipikirkan karena dari situ kita mampu mengetahui mau dibawa ke mana tulisan kita tersebut. Adanya kerangka tidak menuntut tema harus dinomor duakan. Karena kerangka hanya sebagai pedoman dan bukan yang utama. Selain itu, dengan kerangka pula, tulisan akan dengan mudah kita rampungkan.
Selama kita tidak menggerakkan pena di atas kertas, selama itu pula tak akan mampu kita menghasilkan sebuah karya. Awali dari niat tulus dalam hati. Karena seribu langkah ke depan harus diawali dengan satu langkah pertama. Jika kita mau mengawalinya, kita akan mampu menghasilkan satu karya dan melahirkan jutaan karya yang lain.
If “Writing is a socially acceptable from of chizophrenia”, jika menulis adalah kegilaan yang secara sosial bisa diterima, maka jadikanlah menulis sebagai kebiasaan sehari-hari. Dengan demikian kita mampu merasakan betapa nikmatnya kegilaan yang disebut dalam menulis ini. Jangan berfikir terlalu jauh, amatilah yang ada di sekitar, karena justru disitulah tangan-tangan pekarya jarang yang menjamahnya. Dan tulisan terbaik adalah yang berasal dari ide kecil yang ditarik dengan fenomena besar, karena itu menulislah dalam kebebasan bukan dalam keterbatasan.
Masa boleh hilang, peradaban boleh lenyap, tapi tulisan selamanya tak akan pernah pudar. Menulislah. Karena kekuatan penulis terletak pada ketajaman pena yang ia miliki. Semakin  sering ia menulis, semakin tajam kekuatan yang membuat namanya terasa abadi bersama zaman dan sejarah yang terus terlewati.

Perumpamaan Hidup

Andai cinta seperti  “azaz black” 
pasti  tidak akan ada hati yang terluka karenanya, 
namun cinta terlalu egois untuk memikirkan manusia.
Cinta ibarat “energi”, 
tak bisa diciptakan dan tak bisa pula dihancurkan. 
Tapi cinta juga bukan “larutan kimia” 
yang menjadi bahan percobaan.
Cinta adalah “nukleus” dari sebuah rasa yang pernah aku  terima.
Cinta layaknya “sendi” yang menghubungkan 2 hati, 
seperti “oksigen” yang begitu berarti.
Dalam cinta sejati  tak akan  pernah mengenal  “hidibrisasi” 
karena cinta seperti “1 orbital” yang hanya memuat “2 spin” 
tak ada ruang untuk orang ke 3.
 Terkadang cinta juga berperan seperti perannya “enzim oksidase”,
 jika sang enzim berfungsi mengubah lemak menjadi gula, 
maka tak jarang cinta mengubah rasa benci 
menjadi sebuah rasa yang tak pernah manusia tau artinya.
 Ketika “newton” menyadari bahwa 
gaya gravitasi tidak hanya tergantung pada jarak, 
akupun sadar bahwa cinta tak terpisahkan oleh waktu. 
Dan “gaya hukum gravitasi” cinta berbunyi
 gaya gravitasi cinta merupakan gaya tarik-menarik 
antar 2 hati yang besarnya tak harus sebanding sama 
namun tetap terjaga oleh kata “setia”.

Fajar Ash Shidqy

Akhlak Islami Penghias 2 Mei yang Suci


“… Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani…”
Sebuah semboyan yang tak asing dari pendengaran kita. Semboyan suci itu lahir dari Bapak pelopor pendidikan, Ki Hajar Dewantara, yang karenanyalah kita mampu merasakan manisnya pendidikan hingga saat ini.
Di zaman sekarang pendidikan bukan sebuah kebutuhan yang susah dimiliki. Berbeda dengan 70 tahun silam. Saat itu, tak ada rakyat pribumi yang berpendidikan selain putra pejabat ataupun konglomerat. Itu pun hanya golongan pria yang diijinkan mengenyam pendidikan. Karena perjuangan gigih Ki Hajar Dewantara-lah kita mampu memilikinya dan karena usaha keras Ibunda Kartini pula, kaum Hawa pun kini tak hanya diam tanpa alasan di dalam rumah. Bahkan saat ini banyak kemudahan untuk dapat menikmati pendidikan itu sendiri. Bila pemerintah telah menggalakkan sistem wajib belajar 12 tahun, maka pemerintah juga telah menyediakan fasilitas-fasilitas yang memudahkan anak bangsa untuk tetap berpendidikan.
Selain itu, salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertera dalam pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini berarti pendidikan bukan suatu hal yang langkah, tapi telah menjadi kewajiban setiap warga untuk dapat mengenyamnya.
Dengan adanya kemudahan-kemudahan dalam memperoleh pendidikan, maka telah  terbentuk begitu banyak jenis civitas akademika yang lihai di bidang pendidikan. Naasnya, subyek-subyek pendidikan di negeri ini justru tidak mampu memanfaatkan apa yang telah dimiliki. Mereka lebih banyak terlena dengan kesenangan dunia hingga melupakan apa yang menjadi kewajibannya.
Seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan merupakan sebuah upaya seorang pendidik untuk membuat seorang anak didik bisa mengembangkan potensi diri mereka yang diberikan oleh sang khaliq secara terencana. Potensi tersebut bisa berupa kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Untuk mewujudkan subyek-subyek pendidikan dengan kualitas yang tinggi, kita dapat mengubah pemikiran tentang tanggal 2 Mei yang akan datang esok hari. Hari suci di mana pendidikan terpancar elok, laksana mentari dengan cahaya keabadiannya. Seperti kata bijak dari Ilmuwan fisika termasyhur di abad 20, Albert Einstein, betapa indahnya diri seorang ilmuan bila berhias akhlak dalam pancaran aura kepribadiannya. Siapa pun orangnya bila berakhlak, akan mencapai hasil terbaik di titik penghujungnya. Dan dengan akhlak pula, seorang akan mampu menahan dirinya dan menghindar dari sesuatu tidak diinginkan yang justru akan merugikan dirinya dan orang lain. Misalnya, realita telah banyak mengatakan bila kasus korupsi sedang membahana di era ini. Parahnya, pelaku-pelaku perbuatan dosa ini bukan berasal dari rakyat-rakyat jelata ataupun masyarakat bodoh yang tak pernah singgah di bangku sekolah. Justru tokoh utama yang terlibat dalam kasus ini adalah mereka-mereka yang memiliki jabatan tinggi, pendidikan tinggi, dan golongan berdasi. Lantas, siapa yang salah atas terjadinya kasus prilaku atasan yang menyimpang seperti ini?
Tidak ada yang patut disalahkan dalam suatu kasus permasalahan seperti ini. Bila dianggap salah semua pun akan terlibat dalam lingkaran kesalahan. Satu yang terpenting, kesadaran diri untuk melakukan yang terbaik.
Pemerintah telah menggalakkan pendidikan berkarakter di tiap mata pelajaran pada semua tingkat pendidikan. Hal ini sangat mendukung pembentukan akhlak seorang anak sejak usia dini. Pendidikan karakter mengajarkan anak berlaku atau berakhlak semestinya. Di mana akhlak itu diperuntukkan tak hanya terhadap Allah yang berbasis keimanan, tapi juga terhadap diri sendiri, sesama, bahkan juga terhadap lingkungan. Jadi, tak hanya hablun minallah saja yang diperbaiki tapi harus dijalankan secara seimbang dengan hablun min an-naas. Intinya, dunia akhirat mampu diperoleh keduanya.
Dengan demikian, 2 Mei esok ini dapat kita sambut dengan pemandangan baru, pemandangan langkah yang akan membuat perubahan untuk dunia pendidikan pada umumnya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: من لا أدب له كالذّباب. Yang artinya: “Barang siapa yang tak memiliki tata krama, maka ia diibaratkan seperti lalat”. Begitu hinanya mereka-mereka yang tak berakhlak hingga diumpamakan dengan binatang sehina lalat yang tak tahu malu menginjak-injak kepala setiap orang tak peduli pejabat mapun rakyat.
Dalam kitab ‘alala juga dijelaskan:
فساد كبير عالم متهتّك ° وأكبر منه جاهل متنسّك
Kerusakan besar adalah orang berilmu yang tidak mau mengamalkan ilmunya,
Dan kerusakan terbesar adalah orang bodoh yang tak mau berusaha menghapus kebodohannya.
Dari sini sudah jelas bila keindahan ilmu akan dapat dirasakan jika ahlul ‘ilmi atau shahibul ‘ilmi dihiasi dengan akhlak islami. Di mana akhlak tersebut diatur berdasarkan pada ajaran islam, yaitu Al-qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Bila semua civitas akademika yang ada di bangsa ini mampu mewujudkan program pendidikan yang menggalakkan pendidikan karakter itu, kenyamanan dan kesejahteraan bangsa akan mampu terwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi membawa pendidikan Indonesia mampu bersaing di kancah Internasional.