Pahami Putrimu, Ayah
Nama indahmu tak pernah luput dari rangkain doaku
Wajah tegasmu yang selalu membuatku takut,
Tetap tak bisa ku pungkiri kalau aku selalu merindukanmu
Ayah,
Bagiku kaulah pahlawanku
Lelaki pertama yang ku cinta di dunia ini
Sebelumnya maafkan aku
Aku, putri kecilmu
Yang selalu takut padamu sejak dulu
Alasan takutku hanyalah karena ketegasanmu yang ku artikan salah
Ketegasanmu yang ku artikan sebagai kekerasan
Entahlah kenapa bisa demikian
Mungkin aku belum pernah punya alasan logis untuk masalah ini
Mungkin hanya satu alasan kecil yang ku miliki
Bahwa ayah memang jarang ku temui
Dari kecil, seminggu cuma ada satu hari aku bisa bersua denganmu,
ayah
Bahkan masih ku ingat persis
Kala itu aku menangis meronta menarik pinggiran jahitan celanamu
Agar engkau tak pergi meninggalkan rumah
Hingga akhirnya ibu selalu menghiburku
Menarik halus
Memberi cerita-cerita indah
Yang menjadi kekuatan dan motivasi untukku sepeninggal ayah
Padahal aku tau,
Ayah pergi bukan untuk senang-senang
Ayah pergi untuk bekerja
Demi aku dan Ibu
Hingga akhirnya aku terbiasa ditinggal olehmu
Hingga akhirnya aku terbiasa hidup tanpamu
Dan hingga akhirnya pula aku menganggap ada jarak atas hubungan
kita
Meskipun setiap sabtu di masa kecilku,
Adalah hari penuhmu untukku, putri kecilmu
Hari di mana seharusnya engkau istirahat dari letih kerjamu
seminggu
Tapi kala itu, kau tepiskan lelahmu demi manjaku
Demi agar rasa takutku padamu tak pernah lagi
ada
Engkau selalu rela menemaniku jalan-jalan
Ke alun-alun kota, menikmati es krim berdua, ke toko buku,
Mencari kerang-kerang lucu di laut kita,
Bersenandung kecil di atas perahu nelayan,
Atau bahkan sekedar menikmati senja di pantai utara rumah kita
Ah, masa kecil itu terlalu indah
Ingin ku tetap menjadi putri kecilmu
Berada di pelukmu dalam tidur pura-puraku
Hanya sekedar agar bisa lama bergelayut dalam rengkuhanmu
Gendongan lembutmu yang mengantarku bangun di waktu fajar
Untuk segera mengambil wudlu dan shalat berjama’ah di belakangmu
Hingga pada saatnya aku berangkat ke pesantren
Di usiaku yang relatif masih belia
Di usiaku yang ke dua belas, aku
meninggalkanmu
Meninggalkan Ibu
Dan meninggalkan semunya tentang rumah, demi
ilmu
Engkau ayah, yang selalu setia menemani
perjalanan menuntut ilmuku
Sejak pendaftaran pertama kali masuk,
Hingga saat prestasi-prestasi itu berpihak
padaku,
Engkaulah yang selalu menjadi saksi atas semua keindahan itu, Ayah
Engkau selalu hadir dan naik di atas podium
kehormatan itu,
Atas sukses yang ku tempuh
Hingga tumpahnya air mata bahagia menjadi
alasanku
Betapa aku selama ini tak pernah menyadari
kasih sayangmu
Karena besarnya takutku akan dirimu
Tapi faktanya,
Aku tetap takut
Aku tetap beranggapan bahwa ketegasanmu adalah
kekerasan
Meski aku sadar,
Usahamu begitu banyak
Usahamu begitu besar
Untuk menunjukkan bahwa engkau sangat
menyayangiku
Hingga tiap seminggu sekali,
Kau hubungi aku via telepon selama 6 tahun
berada di pesantren itu
Ku rasakan betapa kau berat melepasku nyantri
kala itu
Aku pun merasa betapa engkau mengumpulkan
kekuatan untuk perpisahan kita
Demi sukses dan bahagia di masa depanku
Tapi aku tak pernah sadar
Dan kini,
Saat aku mulai beranjak dewasa
Saat aku sedang berusaha menata hariku
Ayah justru selalu hadir dengan tegas yang terus ku kiaskan dengan kata keras
Meski usaha ayah untuk menunjukkan rasa sayang
itu selalu ku temu
Maafkan aku ayah
Aku bahkan semakin tidak memahami sikap ayah
Ayah yang semakin menyudutkanku
Ayah yang semakin membatasiku
Dan ayah yang bahkan menuduhku
Maafkan aku ayah
Aku sering sakit hati
Jujur
Maaf sangat
Bahkan saat ayah menaruh cemburu padaku
Ketika aku sedang bersama duniaku
Ketika aku bersama sahabatku
Sekedar mengisi liburan yang hanya bisa
dihitung jemariku
Bahkan ketika aku sedang bersama Ibu
Apa maksud semua ini, Ayah
Hingga saat ini aku merasa tersinggung sangat
Atas pertanyaan tegas ayah terkait foto itu
Aku tak pernah melakukannya ayah
Aku masih menjaga kepercayaan ayah …
Aku takut ayah
Tapi aku menyayangi ayah
Aku jauh dengan ayah
Tapi aku masih menjaga kepercayaan ayah
Ayah yang mengijinkan aku berada di pesantren,
Menjadi bekal bahwa tak mungkin aku akan
menghianati amanah ayah
Ayah, bagiku aku tetaplah putri kecilmu
Yang masih ingin dipahami olehmu
Bagi orang-orang yang mengenalku
Aku bagaikan merpati putih,
Indah,
Tapi ia tak pernah bebas mengepakkan sayapnya
terbang ke angkasa
Aku juga mengiyakan kalimat itu, Ayah
8 tahun berada di pesantren, sudah cukup
buatku hidup dengan berjuta aturan
Hingga pada 2 tahun belakang ini, jadwal nyantriku
semakin padat
Dan aku harus merelakan waktu liburku untuk
tetap berada di pesantrenku
Karenanya, untuk liburku yang hanya hitungan jemari itu
Izinkan aku untuk membaginya
Bersamamu,
Bersama ibu,
Bersama adik-adikku,
Bersama keluarga semua,
Hingga bersama sahabat-sahabatku
Aku tak mungkin menyisihkan salah satunya, Ayah
Membaginya pun adalah sebuah kesulitan bagiku
Aku hanya ingin bantuan ayah
Atas restu dan izin ayah
Atas bebasku menikmati hariku
Ayah
Mungkin ayah akan menganggap sikapku ini
konyol
Ayah mungkin akan menganggapku
egois
Tapi ini satu inginku, ayah
Beri aku setitik kebebasan
Izinkan putri kecilmu meraih mimpinya
Izinkan merpati putih itu menemukan alam
terindahnya
Semua usahaku dalam perjalanan 20 tahun hidup hanyalah demi ayah,
Demi ibu pula
Bukan yang lain ayah
Maafkan aku ayah
Bukannya aku memaksa
Dan bukannya aku memberontak ayah
Tapi sekali lagi maaf
Aku sangat iri melihat teman-teman sebayaku,
Yang dengan ringan tertawa lebar menikmati dunianya
Sedangkan aku
Hanya mampu diam dalam usahaku belajar
bahagia
Ayah,
Jujur
Aku tertekan menjalani masa dua tahun belakangan ini
Aku merasa semua yang ku jalani selalu tak
memakai hati
Aku masih belum bisa menerima, ayah
Tapi aku tetap belajar menerimanya
Maafkan aku sekali lagi
Hanya satu pintaku
Tolong pahami putrimu, ayah
Beri aku setitik ruang untuk memilih jalanku
Aku menyayangimu
Di setiap hela nafasku
Di setiap denyut nadiku
Di setiap ayunan langkahku
Dan di setiap rangkaian doaku
Hingga di setiap sujud tahajjudku
Salam rindu dari putri kecilmu
Salam sayang untuk kota pahlawan dari rumah ilmuku,
Darul ‘ulum
Tunggu aku di balik pintu gerbang sukses itu, ayah
Sabarlah menungguku
Karena selalu ku harap hadirmu di puncak suksesku
Aku menyayangimu
Jombang, 24 Januari 2017