Wa’alaikumussalam HAD
Had,
Namamu memang tak pernah asing di segala sudut dunia bagian manapun
Tapi saat itu,
Deret namamu adalah suatu keasingan bagiku
Hingga satu kompetisi awal mempertemukan kita
Dalam satu bangunan coklat megah
Tempat pembimbing ramah itu melatih logat asing kita
Menuju debat perdana
Memperjuangkan nama besar sekolah kita tercinta
Ya,
Bagi mereka semua
Dirimu adalah pemandangan terindah yang dimiliki dunia
Sosokmu yang hampir mendekati sempurna,
Membuat siapa pun yang menyaksikan,
Enggan untuk sekedar memalingkan pandangan
Tapi bagiku
Dirimu tak lebih dari sosok pejuang tangguh
Yang siap mengabdi untuk Negeri
Semangatmu yang menggebu
Membuat optimisku melambung
Ketika harus menjadi partnermu di setiap kompetisi yang ada kala
itu
Ion-ion Kimia,
Jutaan deret rumus Fisika,
Dan puluhan isu terkini Negeri yang memenuhi memori
Seakan membuatku tetap berjalan santai menghadapi
Bahkan seolah menantang dunia
Alasannya, tetaplah karena dirimu yang menjadi partnerku
Cukup itu,
Tak ada yang lebih
Tak sepandai mereka menyanjung tinggi hadirmu di bumi kita kala itu
Bagiku,
Dirimu tetaplah sahabatku
Juga partner juangku
Demi menebar nama harum sekolah kita
Namun, apa yang terjadi selanjutnya
Ah, entahlah
Sudah berapa banyak pertanyaan yang terlontar padaku tentangmu
Bukan hanya tentangmu
Tapi tentang kita
Apa yang harus aku katakana pada mereka
Sedangkan aku sendiri tak pernah menyadarinya
Menulis adalah duniaku
Dan kata-kata indah adalah penghibur lelah juga dukaku
Tapi untuk sekedar memahami apa yang kamu persembahkan untukku
Rasanya terlalu berat bagiku
Sangat berat
Bahkan ada rasa ngilu yang sangat
Ketika aku harus mengetahui kejujuranmu
Kejujuran sebagai jawaban dari sikapmu yang kau tunjukkan padaku
Selama menjadi pejuang 3 tahun di gedung hijau itu
Kejujuran yang ku anggap datang terlambat
Bukan pada waktunya
Aku tak pernah menyalahkan
Tapi pastinya ada yang disayangkan
Kenapa kau tak pernah mengatakannya kala itu
Apa maksud rahasia yang baru tersingkap setelah lulus
Dan
Apa maksud namaku yang hadir dalam doa istikharahmu
Mendengarnya adalah sebuah luka
Namun tak bisa dipungkiri
Aku bahagia mengetahuinya
Hanya saja
Kenapa baru sekarang
Kenapa tidak dari dulu kamu katakana
Agar setidaknya aku mampu menjaga sikap egoku
Yang ku anggap hanya sekedar canda
Tapi mungkin justru menyakitimu
Ah, maafkan aku yang terlalu lemah
Hingga air mata ini harus jatuh di hadapanmu
Di hadapan dirimu yang mengungkapkan kejujuran kala itu
Aku telah menyembunyikannya
Tapi dengan tegar kamu tangkap tetesan bening itu
Aku lemah
Aku memang menyayangimu
Had,
Mungkin aku belum siap dengan hadirmu yang ku anggap tiba-tiba
Sebagaimana mereka menganggap demikian
Tak pernah ada cerita
Tapi kini ada rangkaian kisah indah
Tak bisa dijelaskan
Karena yang terjadi memang sudah jelas
Mereka memang iri
Tapi yang jelas, aku tetap menyayangimu
Sebagaimana kamu sayangi diriku
Dan kamu ungkapkan rasa itu di hadapan Tuhan-Mu
Tanpa alasan logis yang mampu mengimbangi
Tanpa ada jawaban masuk akal yang mampu membenarkan
Had,
Tetaplah jadi sosok terindah yang dikenal dunia
Tetaplah jadi partner terbaikku
Tetaplah jadi sahabat setiaku
Dan,
Tetaplah jadi Hadi-ku yang selalu ku rindu
Had,
Hadirmu memang ku anggap tak tepat waktu
Karena itu,
Pergilah
Dan jangan ganggu hariku
Karena aku pun tak pernah ingin mengganggu harimu
Semakin saat ini aku mengikuti harimu
Semakin banyak luka yang ku terima
Karena dunia kita memang benar berbeda
Sangat kontras
Aku terlalu besar membanggakanmu
Hingga aku terkesan lalai
Tapi untungnya,
Ibu menyadarkanku akan itu
Karenanya, pergilah
Dan datanglah di suatu masa
Carilah hal terbaik yang menjadi tujuan hidupmu
Di kota pahlawan itu
Atau entah ke mana kakimu melangkah selanjutnya
Sedang aku
Izinkan aku menjaga diri di pesantren ini
Izinkan aku memperbaiki diri di sisa usia remaja yang tinggal
menghitung hari
Dan izinkan aku untuk menyelesaikan hafalan kalam Ilahiku
Jika dirimulah yang ditakdirkan
Alam akan berbicara
Dan waktu akan memainkan perannya untuk mempertemukan kita
Jika memang telah diridlai-Nya,
Kuasa tangan ilahi pun akan menyatukan kita
Dalam ikatan suci tanpa batas selain kematian
Dan disemogakan untuk tetap bertemu kelak di Firdaus-Nya
Had,
Sepuluh tahun atau entah nantinya akan lebih
Aku ada di bangunan suci dengan jutaan aturan
yang menghantui
Sedangkan di rumah pun
Aturan-aturan itu tetaplah berlaku bagiku
Padahal
Jiwa petualangku sangat melambung
Satu inginku,
Ajaklah aku berkeliling dunia
Minimal menjelajah Indonesia kita
Temani aku mensyukuri ciptaan-Nya dengan cara
seperti demikian
Dan perjalanan akhir kita akan berujung di
Baitullah, Rumah-Nya
Had,
Salam sanjungku dari tanah ilmu
Belum pernah luput deret namamu menyelip di antara doa dan sujud
tahajjudku
Khushushan Ilaa Akhiinal Kariim
“Hadi Mahbul Amin”
Al Fatihah
Salam jumpa di lain kesempatan
Wa’alaikumussalam HAD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar