EPISTIMOLOGI
BAYANI, BURHANI DAN IRFANI
Disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah “Ilmu Filsafat”

Oleh:
Nur Farida
(1114114)
Hanum
Nurrikatus Sholichah (114117)
Moch Syarif Hidayatulloh
(1114123)
Umi Bahriyatul
Ilmiah (1114124)
Dosen pengampu:
Drs. Anis bachtiar, M.Fi
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL
ULUM
PETERONGAN JOMBANG
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kahadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan karunia, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik.
Shalawat dan salam semoga tetap mengalir deras
pada pejuang kita yang namanya populer dan berkibar diseluruh dunia yakni Nabi
besar Muhammad Saw. Yang mana dengan perjuangan beliau kita dapat berada dalam
cahaya islam dan iman.
Selanjutnya penulis menyadari bahwa penulisan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan, sehingga penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif demi kesempurnaan dalam
penulisan makalah selanjutnya.
Akhirnya penulis berdo’a semoga makalah ini
akan membawa manfaat pada penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Filsafat ilmu merupakan kajian atau
telaah secara mendalam terhadap hakekat ilmu.[1]
Oleh sebab itu, filsafat ilmu ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai
hakekat ilmu tersebut, antara lain obyek apa yang ditelaah ilmu, bagaimana
memperoleh ilmu, dan untuk apa ilmu digunakan.
Ketiga kelompok pertanyaan tersebut
merupakan landasan-landasan ilmu, yakni kelompok pertama merupakan landasan
ontologi, landasan epistimologi, dan kelompok yang terakhir merupakan landasan
aksiologis.
Dalam hal ini, makalah ini lebih
membahas pada landasan epistimologi dan bertitik fokus pada epistimologi bayani,
burhani, dan irfani.
Secara etimologi kata epistemologi
berasal dari bahasa Yunani episteme yang
berarti knowledge (pengetahuan) dan logos berarti the study of atau teory of.
Secara terminologi epistemologi bearti study atau teori tentang pengetahuan dan
cara memperolehnya.[2]
Namun dalam diskursus filsafat epistemologi merupakan cabang dari filsafat yang
membahas asal-usul, struktur, metode-metode dan kebenaran pengetahuan. Selain
itu dapat pula dikatakan bahwa epistemologi adalah cabang dari filsafat yang
secara khusus membahas tentang teori pengetahuan.
Selain itu, landasan epistimologi
merupakan cara yang digunakan untuk mengkaji atau menelaah sehingga diperolelah
ilmu tersebut. Secara umum, metode ilmiyah pada dasarnya untuk semua disiplin
ilmu yaitu berupa proses kegiatan induksi-deduksi-verifikasi.[3]
Epistimologi bayani adalah metode
pemikiran khas arab yang menekankan otoritas teks (pnash). Secara
langsung atau tidak langsung dan di justifikasi oleh akal kebahasaan yang di
galih lewat infrensi (istidlal).
Epistimologi burhani, sebuah
penyadaran diri pada kekuatan rasio atau akal yang dilakukan lewat dalil-dalil
logika. Prinsip prinsip logis inilah yang menjadi acuan sehingga dalil-dalil
agama sekalipun hanya dapat di terima sepanjang sesuai dengan prinsip ini.
Epistimologi irfani adalah salah
satu model penalaran yang di kenal dalam tradisi keilmuan islam, di samping
bayani dan burhani.
Demikian sedikit gambaran mengenai
epistimologi bayani, burhani, dan irfani yang akan dijelaskan lebih mendetail
dalam bab selanjutnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian secara rinci dan mendalam dari epistimologi bayani, burhani dan
irfani?
2.
Bagaimana
prinsip atau jalan yang ditempuh dalam epistimologi bayani, burhani, dan
irfani?
C.
Tujuan
1.
Mampu
mengetahui pengertian secara rinci dan mendalam dari epistimologi bayani,
burhani dan irfani.
2.
Untuk
mengetahui prinsip atau jalan yang ditempuh dalam epistimologi bayani, burhani,
dan irfani
D.
Manfaaat
Dengan mengetahui landasan penelaahan ilmu berupa epistimologi yang
berfokus pada bayani, burhani, dan irfani maka penggambaran hakikat keberadaan
ilmu akan terupayakan sesuai paradigma setiap aliran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Epistimologi Bayani (Penalaran Berdasarkan Teks)
Epistimologi bayani adalah metode
pemikiran khas arab yang menekan kan otoritas teks (nash) Secara
langsung atau tidak langsung dan di justifikasi oleh akal kebahasaan yang
digalih lewat infrensi (istidlal).
Dalam bayani rasio di anggap tidak
mampu memberikan pengetahuan kecuali disandarkan pada teks. Dalam perspektif
keagamaan, sasaran bidik metode bayani adalah aspek eksoterik atau syariat.
1.
Perkembangan
Bayani
Istilah bayani dari kata bahasa arab bayan berarti
penjelasan (eksplanasi).
Sementara itu secara terminologi bayan mempunyai 2 arti yaitu;
a.
Sebagai
aturan-aturan penafsiran wacana (kowanin tafsir al khitobih)
b.
Syarat-syarat
memproduksi wacana (syuruth intaj al khitob)
Berbeda dengan makna etimologi yang telah ada sejak awal peradapan
islam, makna-makna terminologis ini baru lahir belekangan yaitu pada masa
kodofikas (tadwin)
Dari segi metodologi, al syafi’i
membagi bayan ini dalam 5 bagian dan tingkatan:
a.
Bayan
yang tidak butuh penjelasan lanjut
b.
Bayan
yang beberapa bagiannya masih global sehingga butuh penjelasan sunnah
c.
Bayan yang keseluruhannya masuh global
sehingga butuh penjelasan sunnah
d.
Bayan
sunnah sebagai uraian sesuatu yang tidak terdapat pada al qur an.
e.
Bayan
ijtihat yang di lakukan dengan qiyas ataas sesuatu yang tidak terdapat dalam al
qur an maupun sunnah.
Dan 5 derajat bayan tersebut, al syafi’i kemudian menyatakan bahwa
yang pokok (shul) ada 3 yaitu al qur an, sunnah dan qiyas kemudian di
tambah ijma’.
2.
Sumber
Pengetahuan
Dalam ushul al fiqih yang di maksud nash sebagai sumber pengetahuan
bayani adalah al qur an dan al hadist. Oleh karena itu epistimologi bayani
menaruh perhatian besar dan teliti pada proses transmisi teks dari generasi ke
generasi
Ini penting bagi bayani karna sebagai sumber pengetahuan benar
tidaknya transmisi teks menentukan benar salahnya ketentuan hukum yang diambil.
Jika transmisi bisa di pertanggung jawabkan berarti teks tersebut benar dan
bisa dijadikan dasar hukum.
Karena
itu pada masa tadwin (kodifikasi) khususnya kodifikasi hadist, para
ilmuan begitu ketat dalam menyeleksi sebuah teks yang bisa di terima.
B.
Epistimologi Burhani ( Pengetahuan Berdasarkan Prinsip Logika)
Berbeda dengan epistimologi bayani yang mendasarkan diri pada teks dan irfani yang mendasarkan diri
pada intuisi atau pengalaman spiritual, burhani menyadarkan diri pada kekuatan
rasio atau akal, yang dilakukan lewat dalil-dalil logika.
1.
Perjalan
Burhani
Al-Burhani (Demonstratif), secara sederhana bisa diartikan sebagai
suatu aktifitas berfikir untuk menetapkan kebenaran proposisi (qodhiyah)
melalui pendekatan deduktif (al istintaj) dengan mengaitkan proposisi
yang satu dengan proposisi yang lain yang telah terbukra aksiomatiti
kebenarannya secara aksiomatik (badhihi).
2.
Bahasa
dan Logika
Sumber pengetahuan burhani adalah rasio, bukan teks atau intuisi.
Rasio inilah yang dengan dalil-dalil logika memberikan penilaian dan keputusan
terhadap informasi-informasi yang masuk lewat indra yang dikenal dengan istilah
tasawur dan tashdiq.
Tasawur adalah proses pembentukan konsep
berdasarkan data-data dan indera, sedangkan tashdiq adalah proses
pembuktian terhadap kebenaran konsep tersebut.
C.
Epistimologi Irfani (Penalaran Berdasarkan Intuisi)
1.
Pengertian
Epistimologi Irfani
Epistimologi irfani adalah salah satu model penalaran yang dikenal
dalam tradisi keilmuan islam, disamping bayani dan burhani. Epistimologi ini
dilkembangkan dan digunakan dalam masyarakat sufi, berbeda dengan epistimologi
burhani yang dikembangkan dan digunakan dalam keilmuan-keilmuan islam pada
umumnya
Istilah irfan sendiri berasal dari kata dasar bahasa arab ‘arofa,
semakna dengan ma’rifat, yang berarti pengetahuan, tetap berbeda dengan
ilmu. Irfan atau ma’rifat berkaitan daengan pengetauan yang diperoleh secara
langsung dari tuhan (kasyf) lewat olah rohani (riyadhah) yang
dilakukan atas dasar hub (cinta) dan iradah (kemauan yang kuat),
sedangkan ilmu menunjuk pada pengetahuan
yang diperoleh lewat transformasi (naql) atau rasionalitas (‘aql).
2.
Irfan,
Etika, dan Filsafat
Menurut muthahari (1920-1979 M), irfan terdiri atas 2 aspek praktis
dan teoris.
Aspek praktis adalah
bagian yang mendiskusikan hubungan antara manusia dengan alam dan hubungan
antara manusia dan Tuhan.
Aspek teoritis, irfan mendiskusikan aspek semesta, manusia dan
tuhan sehingga irfan teoritis mempunyai kesamaan dengan filsafat yang juga mendiskusikan
tentang hakikat semesta. Meski demikian irfan tetap tidak sama dengan filsafat.
a.
Pertama,
filsafat mendasarkan argumentasinya pada postulat postulat atau aksioma
aksioma, sedang irfan mendasarkan argument argumenya pada visi dan intuisi.
b.
Kedua,
dalam pandangan filsafat, eksintensi alam sama ri ilnya dengan eksitensi tuhan,
sedang pada pandanagn irfan, eksitensi tuhan meliputi segala sesuatu dan adalah
,manivestasi berbagai asma dan sifat sifat-Nya.
c.
Ketiga,
tujuan tertinggi dalam filsafat adalah memahami alam sedang capaian ahir irfan
adalah kembali kepada Tuhan, sedemikian rupa sehingga tidak ada jarak antara arif
dengan tuhan.
d.
Keempat,
sarana yang di gunakan dalam filsafat adalah rasio dan intelek, sedang sarana
yang dipakai dalam irfan adalah qalb (hati) dan kejernian jiwa yang
diperoleh lewat riyadhah secara terus menerus.
D.
Prinsip atau Jalan yang ditempuh dalam Epistimologi Bayani,
Burhani, dan Irfani
1.
Epistimologi Bayani
a. .Ijtihadiyah
Ijtihad yang berasal dari kata (asal mulanya) ijtihada artinya ialah:
Bersungguh-sungguh, rajin, giat. Sedang apabila kita meneliti makna kata
ja-ha-da artinya ialah mencurahkan segala kemampuan. Jadi dengan demikian
menurut bahasa ijtihad itu ialah berusaha atau berupaya yang
bersungguh-sungguh. Imam Al Ghazaliy mendefinisikan ijtihad itu dengan usaha
sungguh-sungguh dari seorang mujtahid di dalam rangka mengetahui tentang
hukum-hukum syariat. Adapula yang mengatakan ijtihad itu ialah qiyas, tetapi
oleh Al Ghazaliy pendapat itu lebih umum daripada qiyas, sebab kadang-kadang
ijtihad itu memandang di dalam keumuman dan lafadz-lafadz yang pelik dan semua
jalan asillah (berdalil) selain daripada qiyas. Imam Syafi’iy sendiri
menyebutkan bahwa arti sempit qiyas itu juga adalah ijtihad
b. Istinbatiyah.
Yaitu cara dan proses penentuan hukum dengan langkah langkah sebagai
berikut:
1. Memahami ayat dan hadis ahkam yang relevan atau terkait dengan
perbuatan manusia yang ingin di ketahui dengan ketentuan hukumnya
2. Menggunakan teori pemahaman ayat al-quran atau hadis, mulai
kias,ijma', istishab, istihsan, dan lain lain. untuk memahami hadis ahkam itu
perlu sarana yang memadai di antaranya seorang fiqih harus mengerti bahasa
arab, mengumpulkan ayat dan hadis yang terkait, memahami asbabunnuzul dan
asbabul wurud, menggunakan qowaid usuliyah dan fiqhiyah
3. Mampu menilai hadis yang maqbul dan yang mardud (memahami mustholah
hadis secara praktis) membuat klasifikasi atau katagori antara ketentuan hukum
dan tujuan hukum (maqashid asyari'ah)
4. Mengambil kesimpulan sekaligus menentukan kepastian hukum.
c. Istintajiyah
d. Istidlaliyyah.
e. Qiyas
(Qiyas al-Ghoib ‘ala al-Syahid)
2. Epistimologi Burhani
a. Abstraksi
(al-Maujudah al-Barilah min al-Madah)
b. Bahtsiyyah
c. Tahliliyah
d. Tarkibiyyah
e. Naqdiyyah
(al-Muhkamah al-’Aqliyah)
3. Episrimologi
Irfani
a. Al-Dzauqiyah
(al-Tajribah al-Bathiniyyah)
b. Al-Riyadhah
c. Al-Mujahadah
d. Al-Kasyfiyyah
e. Al-Isyraqiyyah
f. Al-Laduniyyah
g. Penghayatan
bathin à Tasawuf
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Untuk
mendapatkan pengetahuan, epistimologi bayani menempuh dua jalan. Pertama,
berpegang dalam redaksi (lafald) teks dengan menggunakan kaidah bahasa arab,
seperti nahwu dan sorrof sebagai alat analisis. Ke dua menggunakan metode qiyas
(analogi) dan inilah prinsip utama epistimologi bayani.
Epistimologi
burhani, dengan menggunakan prinsip-prinsip logika dan mengandalkan kekuatan
nalar, telah berjasa mengembangkan pemikiran filsafat islam.
Dalam
epistimologi irfani, seseorang harus menempuh perjalanan spiritual lewat
tahapan tahapan tertentu (maqom) dan mengalami kondisi kondisi batin tertentu
sebagai sarana pencapaian pengetahuan irfan siap untuk menerimanya, di
antaranya adalah:
1.
Taubat
2.
Wara’
3.
Zuhud
4.
Faqir
5.
Sabar
6.
Tawakal
7.
Ridho
B. Saran
Dengan mengetahui landasan penelaahan ilmu berupa epistimologi yang
berfokus pada bayani, burhani, dan irfani diharapkan penggambaran hakikat
keberadaan ilmu akan terupayakan sesuai paradigma setiap aliran.
DAFTAR PUSTAKA
Adib,
Mohammad. 2009. “Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan”. Surabaya:
Pustaka Intelektual
Nasution, Khoiruddin. 2009. “Pengantar Studi Islam”. Yogyakarta:
Tazzaff dan Academia
Zainuddin, M. 2003. “Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam”.
Yogyakarta: Bayu Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar