Rabu, 08 Februari 2017

EPISTIMOLOGI BAYANI, BURHANI, DAN IRFANI



EPISTIMOLOGI BAYANI, BURHANI DAN IRFANI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Ilmu Filsafat”





Oleh:
Nur Farida (1114114)
Hanum Nurrikatus Sholichah (114117)
Moch Syarif Hidayatulloh (1114123)
Umi Bahriyatul Ilmiah (1114124)


Dosen pengampu:
     Drs. Anis bachtiar, M.Fi
           

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
PETERONGAN JOMBANG
2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur kahadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan karunia, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik.
Shalawat dan salam semoga tetap mengalir deras pada pejuang kita yang namanya populer dan berkibar diseluruh dunia yakni Nabi besar Muhammad Saw. Yang mana dengan perjuangan beliau kita dapat berada dalam cahaya islam dan iman.
Selanjutnya penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan, sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif demi kesempurnaan dalam penulisan makalah selanjutnya.
Akhirnya penulis berdo’a semoga makalah ini akan membawa manfaat pada penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.






Penulis



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Filsafat ilmu merupakan kajian atau telaah secara mendalam terhadap hakekat ilmu.[1] Oleh sebab itu, filsafat ilmu ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakekat ilmu tersebut, antara lain obyek apa yang ditelaah ilmu, bagaimana memperoleh ilmu, dan untuk apa ilmu digunakan.
Ketiga kelompok pertanyaan tersebut merupakan landasan-landasan ilmu, yakni kelompok pertama merupakan landasan ontologi, landasan epistimologi, dan kelompok yang terakhir merupakan landasan aksiologis.
Dalam hal ini, makalah ini lebih membahas pada landasan epistimologi dan bertitik fokus pada epistimologi bayani, burhani, dan irfani.
Secara etimologi kata epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme yang berarti knowledge (pengetahuan) dan logos berarti the study of atau teory of. Secara terminologi epistemologi bearti study atau teori tentang pengetahuan dan cara memperolehnya.[2] Namun dalam diskursus filsafat epistemologi merupakan cabang dari filsafat yang membahas asal-usul, struktur, metode-metode dan kebenaran pengetahuan. Selain itu dapat pula dikatakan bahwa epistemologi adalah cabang dari filsafat yang secara khusus membahas tentang teori pengetahuan.
Selain itu, landasan epistimologi merupakan cara yang digunakan untuk mengkaji atau menelaah sehingga diperolelah ilmu tersebut. Secara umum, metode ilmiyah pada dasarnya untuk semua disiplin ilmu yaitu berupa proses kegiatan induksi-deduksi-verifikasi.[3]
Epistimologi bayani adalah metode pemikiran khas arab yang menekankan otoritas teks (pnash). Secara langsung atau tidak langsung dan di justifikasi oleh akal kebahasaan yang di galih lewat infrensi (istidlal).
Epistimologi burhani, sebuah penyadaran diri pada kekuatan rasio atau akal yang dilakukan lewat dalil-dalil logika. Prinsip prinsip logis inilah yang menjadi acuan sehingga dalil-dalil agama sekalipun hanya dapat di terima sepanjang sesuai dengan prinsip ini.
Epistimologi irfani adalah salah satu model penalaran yang di kenal dalam tradisi keilmuan islam, di samping bayani dan burhani.
Demikian sedikit gambaran mengenai epistimologi bayani, burhani, dan irfani yang akan dijelaskan lebih mendetail dalam bab selanjutnya.

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian secara rinci dan mendalam dari epistimologi bayani, burhani dan irfani?
2.      Bagaimana prinsip atau jalan yang ditempuh dalam epistimologi bayani, burhani, dan irfani?

C.      Tujuan
1.      Mampu mengetahui pengertian secara rinci dan mendalam dari epistimologi bayani, burhani dan irfani.
2.      Untuk mengetahui prinsip atau jalan yang ditempuh dalam epistimologi bayani, burhani, dan irfani

D.      Manfaaat
Dengan mengetahui landasan penelaahan ilmu berupa epistimologi yang berfokus pada bayani, burhani, dan irfani maka penggambaran hakikat keberadaan ilmu akan terupayakan sesuai paradigma setiap aliran.



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Epistimologi Bayani (Penalaran Berdasarkan Teks)
Epistimologi bayani adalah metode pemikiran khas arab yang menekan kan otoritas teks (nash) Secara langsung atau tidak langsung dan di justifikasi oleh akal kebahasaan yang digalih lewat infrensi (istidlal).
Dalam bayani rasio di anggap tidak mampu memberikan pengetahuan kecuali disandarkan pada teks. Dalam perspektif keagamaan, sasaran bidik metode bayani adalah aspek eksoterik atau syariat.
1.    Perkembangan Bayani
Istilah bayani dari kata bahasa arab bayan berarti penjelasan (eksplanasi).
Sementara itu secara terminologi bayan mempunyai 2 arti yaitu;
a.    Sebagai aturan-aturan penafsiran wacana (kowanin tafsir al khitobih)
b.    Syarat-syarat memproduksi wacana (syuruth intaj al khitob)
Berbeda dengan makna etimologi yang telah ada sejak awal peradapan islam, makna-makna terminologis ini baru lahir belekangan yaitu pada masa kodofikas (tadwin)
Dari segi metodologi, al syafi’i  membagi bayan ini dalam 5 bagian dan tingkatan:
a.    Bayan yang tidak butuh penjelasan lanjut
b.    Bayan yang beberapa bagiannya masih global sehingga butuh penjelasan sunnah
c.      Bayan yang keseluruhannya masuh global sehingga butuh penjelasan sunnah
d.   Bayan sunnah sebagai uraian sesuatu yang tidak terdapat pada al qur an.
e.    Bayan ijtihat yang di lakukan dengan qiyas ataas sesuatu yang tidak terdapat dalam al qur an maupun sunnah.

Dan 5 derajat bayan tersebut, al syafi’i kemudian menyatakan bahwa yang pokok (shul) ada 3 yaitu al qur an, sunnah dan qiyas kemudian di tambah ijma’.
2.    Sumber Pengetahuan
Dalam ushul al fiqih yang di maksud nash sebagai sumber pengetahuan bayani adalah al qur an dan al hadist. Oleh karena itu epistimologi bayani menaruh perhatian besar dan teliti pada proses transmisi teks dari generasi ke generasi
Ini penting bagi bayani karna sebagai sumber pengetahuan benar tidaknya transmisi teks menentukan benar salahnya ketentuan hukum yang diambil. Jika transmisi bisa di pertanggung jawabkan berarti teks tersebut benar dan bisa dijadikan dasar hukum.
Karena itu pada masa tadwin (kodifikasi) khususnya kodifikasi hadist, para ilmuan begitu ketat dalam menyeleksi sebuah teks yang bisa di terima.

B.  Epistimologi Burhani ( Pengetahuan Berdasarkan Prinsip Logika)
Berbeda dengan epistimologi bayani yang mendasarkan diri  pada teks dan irfani yang mendasarkan diri pada intuisi atau pengalaman spiritual, burhani menyadarkan diri pada kekuatan rasio atau akal, yang dilakukan lewat dalil-dalil logika.
1.    Perjalan Burhani
Al-Burhani (Demonstratif), secara sederhana bisa diartikan sebagai suatu aktifitas berfikir untuk menetapkan kebenaran proposisi (qodhiyah) melalui pendekatan deduktif (al istintaj) dengan mengaitkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain yang telah terbukra aksiomatiti kebenarannya secara aksiomatik (badhihi).
2.    Bahasa dan Logika
Sumber pengetahuan burhani adalah rasio, bukan teks atau intuisi. Rasio inilah yang dengan dalil-dalil logika memberikan penilaian dan keputusan terhadap informasi-informasi yang masuk lewat indra yang dikenal dengan istilah tasawur dan tashdiq.
Tasawur adalah proses pembentukan konsep berdasarkan data-data dan indera, sedangkan tashdiq adalah proses pembuktian terhadap kebenaran konsep tersebut.

C.  Epistimologi Irfani (Penalaran Berdasarkan Intuisi)
1.    Pengertian Epistimologi Irfani
Epistimologi irfani adalah salah satu model penalaran yang dikenal dalam tradisi keilmuan islam, disamping bayani dan burhani. Epistimologi ini dilkembangkan dan digunakan dalam masyarakat sufi, berbeda dengan epistimologi burhani yang dikembangkan dan digunakan dalam keilmuan-keilmuan islam pada umumnya
Istilah irfan sendiri berasal dari kata dasar bahasa arab ‘arofa, semakna dengan ma’rifat, yang berarti pengetahuan, tetap berbeda dengan ilmu. Irfan atau ma’rifat berkaitan daengan pengetauan yang diperoleh secara langsung dari tuhan (kasyf) lewat olah rohani (riyadhah) yang dilakukan atas dasar hub (cinta) dan iradah (kemauan yang kuat), sedangkan ilmu menunjuk pada  pengetahuan yang diperoleh lewat transformasi (naql) atau rasionalitas (‘aql).
2.    Irfan, Etika, dan Filsafat
Menurut muthahari (1920-1979 M), irfan terdiri atas 2 aspek praktis dan teoris.
     Aspek praktis adalah bagian yang mendiskusikan hubungan antara manusia dengan alam dan hubungan antara manusia dan Tuhan.
Aspek teoritis, irfan mendiskusikan aspek semesta, manusia dan tuhan sehingga irfan teoritis mempunyai kesamaan dengan filsafat yang juga mendiskusikan tentang hakikat semesta. Meski demikian irfan tetap tidak sama dengan filsafat.
a.    Pertama, filsafat mendasarkan argumentasinya pada postulat postulat atau aksioma aksioma, sedang irfan mendasarkan argument argumenya pada visi dan intuisi.
b.    Kedua, dalam pandangan filsafat, eksintensi alam sama ri ilnya dengan eksitensi tuhan, sedang pada pandanagn irfan, eksitensi tuhan meliputi segala sesuatu dan adalah ,manivestasi berbagai asma dan sifat sifat-Nya.
c.    Ketiga, tujuan tertinggi dalam filsafat adalah memahami alam sedang capaian ahir irfan adalah kembali kepada Tuhan, sedemikian rupa sehingga tidak ada jarak antara arif dengan tuhan.
d.   Keempat, sarana yang di gunakan dalam filsafat adalah rasio dan intelek, sedang sarana yang dipakai dalam irfan adalah qalb (hati) dan kejernian jiwa yang diperoleh lewat riyadhah secara terus menerus.

D.  Prinsip atau Jalan yang ditempuh dalam Epistimologi Bayani, Burhani, dan Irfani
1.    Epistimologi Bayani
a.    .Ijtihadiyah
 Ijtihad yang berasal dari kata (asal mulanya) ijtihada  artinya ialah: Bersungguh-sungguh, rajin, giat. Sedang apabila kita meneliti makna kata ja-ha-da artinya ialah mencurahkan segala kemampuan. Jadi dengan demikian menurut bahasa ijtihad itu ialah berusaha atau berupaya yang bersungguh-sungguh. Imam Al Ghazaliy mendefinisikan ijtihad itu dengan usaha sungguh-sungguh dari seorang mujtahid di dalam rangka mengetahui tentang hukum-hukum syariat. Adapula yang mengatakan ijtihad itu ialah qiyas, tetapi oleh Al Ghazaliy pendapat itu lebih umum daripada qiyas, sebab kadang-kadang ijtihad itu memandang di dalam keumuman dan lafadz-lafadz yang pelik dan semua jalan asillah (berdalil) selain daripada qiyas. Imam Syafi’iy sendiri menyebutkan bahwa arti sempit qiyas itu juga adalah ijtihad
b.    Istinbatiyah.
   Yaitu cara dan proses penentuan hukum dengan langkah langkah sebagai berikut:
1.    Memahami ayat dan hadis ahkam yang relevan atau terkait dengan perbuatan manusia yang ingin di ketahui dengan ketentuan hukumnya
2.    Menggunakan teori pemahaman ayat al-quran atau hadis, mulai kias,ijma', istishab, istihsan, dan lain lain. untuk memahami hadis ahkam itu perlu sarana yang memadai di antaranya seorang fiqih harus mengerti bahasa arab, mengumpulkan ayat dan hadis yang terkait, memahami asbabunnuzul dan asbabul wurud, menggunakan qowaid usuliyah dan fiqhiyah
3.    Mampu menilai hadis yang maqbul dan yang mardud (memahami mustholah hadis secara praktis) membuat klasifikasi atau katagori antara ketentuan hukum dan tujuan hukum (maqashid asyari'ah)
4.    Mengambil kesimpulan sekaligus menentukan kepastian hukum.
c.    Istintajiyah
d.    Istidlaliyyah.
e.    Qiyas (Qiyas al-Ghoib ‘ala al-Syahid)
2.    Epistimologi Burhani
a.    Abstraksi (al-Maujudah al-Barilah min al-Madah)
b.    Bahtsiyyah
c.    Tahliliyah
d.    Tarkibiyyah
e.    Naqdiyyah (al-Muhkamah al-’Aqliyah)
3.    Episrimologi Irfani
a.    Al-Dzauqiyah (al-Tajribah al-Bathiniyyah)
b.    Al-Riyadhah
c.    Al-Mujahadah
d.    Al-Kasyfiyyah
e.    Al-Isyraqiyyah
f.      Al-Laduniyyah
g.    Penghayatan bathin à Tasawuf



BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Untuk mendapatkan pengetahuan, epistimologi bayani menempuh dua jalan. Pertama, berpegang dalam redaksi (lafald) teks dengan menggunakan kaidah bahasa arab, seperti nahwu dan sorrof sebagai alat analisis. Ke dua menggunakan metode qiyas (analogi) dan inilah prinsip utama epistimologi bayani.
Epistimologi burhani, dengan menggunakan prinsip-prinsip logika dan mengandalkan kekuatan nalar, telah berjasa mengembangkan pemikiran filsafat islam.
Dalam epistimologi irfani, seseorang harus menempuh perjalanan spiritual lewat tahapan tahapan tertentu (maqom) dan mengalami kondisi kondisi batin tertentu sebagai sarana pencapaian pengetahuan irfan siap untuk menerimanya, di antaranya adalah:
1.    Taubat
2.    Wara’
3.    Zuhud
4.    Faqir
5.    Sabar
6.    Tawakal
7.    Ridho

B.  Saran
Dengan mengetahui landasan penelaahan ilmu berupa epistimologi yang berfokus pada bayani, burhani, dan irfani diharapkan penggambaran hakikat keberadaan ilmu akan terupayakan sesuai paradigma setiap aliran.

  

DAFTAR PUSTAKA

Adib, Mohammad. 2009. “Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan    Logika Ilmu Pengetahuan”. Surabaya: Pustaka Intelektual

Nasution, Khoiruddin. 2009. “Pengantar Studi Islam”. Yogyakarta: Tazzaff dan Academia
Zainuddin, M. 2003. “Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam”. Yogyakarta: Bayu Media







[1] Mohammad Adib,  Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan (Surabaya: Pustaka Intelektual, 2009), 55
[2] Ibid., 60
[3] Ibid., 56

Tidak ada komentar:

Posting Komentar