POSITIVISME, POST POSITIVISME, DAN
TEORI KRITIS
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Ilmu Filsafat”

Dosen pengampu:
Drs. Anis
bachtiar, M.Fi
Oleh:
Nur Farida (1114114)
Hanum Nurrikatus Sholichah (111417)
Moch Syarif Hidyatulloh (1114123)
Umi Bahriyatul Ilmiah (1114124)
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
JOMBANG
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kahadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan karunia, taufiq, dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik.
Shalawat dan
salam semoga tetap mengalir deras pada pejuang kita yang namanya populer dan
berkibar diseluruh dunia yakni Nabi besar Muhammad Saw. Yang mana dengan
perjuangan beliau kita dapat berada dalam cahaya islam dan iman.
Selanjutnya
penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
banyak kekurangan, sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
konstruktif demi kesempurnaan dalam penulisan makalah selanjutnya.
Akhirnya
penulis berdo’a semoga makalah ini akan membawa manfaat pada penulis khususnya
dan pembaca pada umumnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dewasa ini
terdapat perhatian yang semakin besar terhadap filsafat ilmu. Perkembangan
cepat dialami oleh banyak ilmu serta pengaruhnya yang semakin besar terhadap
kehidupan masyarakat. Filsafat ilmu ialah penyelidikan tentang ciri-ciri
pengetahuan ilmiah dan cara – cara memperolehnya. Dengan kata lain filsafat
ilmu sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan lanjutan.
Sampai saat
ini sejarah tentang ilmu merupakan sebuah kisah kesuksesan,
kemenangan-kemenangan ilmu melambangkan suatu proses kumulatif peningkatan
pengetahuan dan rangkaian kemenangan terhadap kebodohan dan tahayul. Dan dari
ilmulah kemudian mengalir arus penemuan-penemuan yang berguna untuk kemajuan
hidup manusia. Sejarawan segera menyadari bahwa gagasan ilmu yang diperoleh
selama dalam pendidikaanya hanyalah salah satu dari sekian banyak gagasan dan
itu merupakan produk-produk dari konteks-konteks yang bersifat sementara.
Pembagian-pembagian
nama dan istilah dalam filsafat mengkotak-kotakkan setiap pengetahuan yang
sering kali berdasar pada pengalaman, selain itu tidak dipungkiri bahwa
berfilsafat sebagai manifestasi kegiatan intelektual yang telah meletakkan
dasar-dasar paradigmatik bagi tradisi dalam kehidupan masyarakat ilmiah ala
barat.
Dalam
paradigma ilmu, seorang ilmuwan memiliki segudang pertanyaan yang harus
dijawab, diantaranya mengenai apa sebenarnya hakikat dari sesuatu yang dapat
diketahui atau apa sebenarnya hakikat dari suatu realita. Dengan demikian
muncullah berbagai dimensi yang dipertanyakan mengenaihal yang nyata.
Di antara
dimensi pertanyaan yang muncul, antara lain:
1. Dimensi epistemologis (pertanyaan mengenai hakikat
hubungan antara pencari ilmu dan objek yang ditemukan).
2. Dimensi aksiologis (pertanyaan mengenai peran nilai-nilai
dalam suatu kegiatan penelitian).
3. Dimensi retorik (pertanyaan mengenai bahasa yang
digunakan dalam penelitian).
4. Dimensi metodologis (pertanyaan mengenai cara atau metodologi
yang dipakai seseorang dalam menemukan kebenaran suatu ilmu pengetahuan).
Jawaban
terhadap pertanyaan- pertanyaan tersebut, akan menemukan posisiparadigma ilmu
untuk menentukan paradigma apa yang dikembangkan seseorang dalam kegiatan
keilmuan.
Dari sinilah
kita akan membahas tentang paradigma ilmu pengetahuan yang ditemukan oleh para
ilmuan terdahulu. Di antara paradigma tersebut yaitu positivisme, post positivisme, dan
teori kritis.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian positivisme, post
positivisme, dan teori kritis?
2. Bagaimana tahap perkembangan
positivisme?
3. Apa perbedaan paradigma
positivisme dan post positivisme?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian
positivisme, post positivisme, dan teori kritis
2. Guna memahami tahap perkembangan
positivisme
3. Untuk mengetahui perbedaan
paradigma positivisme dan post positivisme
D.
Manfaaat
Dengan adanya
pembahasan mengeni berbagai paradigma ini, kita mampu memahami seluk beluk
penelitian untuk menemukan hakikat ilmu pengetahuan yang sebenarnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Positivisme, Post
Positivisme, dan teori Kritis
1. POSITIVISME
Adalah suatu
aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik.
Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.
Sesungguhnya
aliran yang muncul pada abad k-19 dan dimotori oleh sosiolog Auguste Comte ini
menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh
pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme
Jerman Klasik).
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam
segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan
apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak
ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan. Positivisme paradigma IPA. Istilah ini digunakan pertama kali oleh Saint
Simon (sekitar tahhun 1825). Positivisme berakar pada empirisme. Prinsip
filosofik tentang positivisme dikembangkan pertama kali oleh empirist Francis Bacon.
Tesis positivise adalah : bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan valid, dan
fakta-fakta sajalah yang mungkin dapat menjadi obyek pengetahuan. Dalam
perkembangannya ada tiga positivisme, yaitu positivisme sosial, positivisme
evolusioner dan positivisme kritis.[1]
a. Positivisme Sosial
Ia merupakan penjabaran lebih jauh dari
kebutuhan masyarakat dan sejarah. August Comte dan John Stuart Mill merupakan
tokoh utama positivisme ini.
Sedangkan para perintisnya adalah Saint Simon
dan penulis-penulis sosialistik dan utilitarian; yang karya-karyanya juga dekat
tokoh besar dalam ekonomi: Thomas Maltrus dan David Ricardo.
b. Positivisme
Evolusioner
Hal ini berangkat dari fisika dan biologi dan
digunakan doktrin evolusi biologik
1. Herbert Spencer
Konsepnya diilhami oleh konsep evolusi
biologik, dalam konsepnya, evolusi merupakan proses dari sederhana ke kompleks,
pengetahuan manusia menurut dia terbatas pada kawasan phenomena. Agama yang
otentik mengungkap kawasan yang penuh misteri, yang tak diketahui, yang tak terbatas,
hal mana yang phenomena tunduk kepada misteri
2. Haeckel dan Monisme
Agama sering melihat materi dan ruh sebagai
dua yang dualisme, Hackel berpendapat bahwa hal dan kesadaran itu menampilkan
sifat yang berbeda, tetapi mengenai substansi yang satu, monistik. Berbeda
dengan Lambrosso yang berpendapat bahwa perilaku criminal bersifat
positivistic.
3. Positivisme Kritis
Pada akhir abad XIX positivisme menampilkan
bentuk lebih kritis dalam karya-karya Ernst Mach dan Richard Avenarius dan
lebih dikenal sebagai empiriocritisisme. Fakta menjadi satu-satunya jenis unsur
untuk membangun realitas.
Di bawah naungan payung positivisme
ditetapkan bahwa objek kajian ilmu pengetahuan maupun pertanyaan-pertanyaan
dari ilmu pengetahuan haruslah memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Dapat diamati (observable)
b.
Dapat diulang
(repeatable)
c. Dapat diukur (measurable)
d. Dapat diuji (testable)
e. Dapat diamalkan (predictable)
Kebenaran yang dianut positivisme dalam
mencari kebenaran adalah teori korespondensi. Di mana teori ini menyebutkan
bahwa suatu pernyataan adalah benar jika terdapat fakta-fakta empiris yang
mendukung pernyataan tersebut. Atau dengan kata lain, suatu pernyataan dianggap
benar apabila materi yang terkandung dalam pernyataan tersebutbersesuaian
(korespondensi) dengan objek faktual yang ditunjuk oleh pernyataan tersebut.
Setelah positivisme ini berjasa dalam waktu
yang cukup lama (kurang lebih 400 tahun), kemudian muncullah paradigma (aliran)
baru yang menjadi landasan pengembangan ilmu dalam berbagai bidang kehidupan.
2. POST POSITIVISME
Paradigma ini merupakan aliran yang ingin
memperbaiki kelemahan-kelemahan positivisme yang hanya mengandalkan kemampuan
penngamatan langsung terhadap objek yang diteliti.
Secara
ontologis, aliran ini bersifat critical realism yang memandang bahwa realitas
memang ada dalam kenyataan sesuai denagn hukum alam, tetapi satu hal yang
mustahil bila suatu realitas bisa dilihat secara benar ole manusia (peneliti).
Oleh karena itu, secara metodologis pendekatan eksperimental melalui observasi
tidaklah cukup, tetapi harus menggunakan metode triangulation yaitu penggunaan
bermacam-macam metode, sumber data, peneliti, dan teori.
Secara
epistemologis, hubungan antara pengamat atau peneliti dengan objek atau
realitas yang diteliti tidaklah bisa dipisahkan, seprti yang diusulkan oleh
aliran positivisme. Aliran ini menyatakan bahwa suatu hal yang tidak mungkin
mencapai atau melihat kebenaran apabila pengamat berdiri di belakang layar
tanpa ikut terlibat dengan objek secara langsung.
Post
Positivisme adalah Lawan dari positivisme yaitu cara berpikir yang subjektif
Asumsi the realitas: there are multiple realities (realitas jamak), Kebenaran
subjektif dan tergantung pada konteks value, kultur, tradisi, kebiasaan, dan
keyakinan. Natural dan lebih manusiawi. Edmund Husserl (1859-1938)
Gagasan Dasar Phenomenologi dari Franz
Bremento (1838-1917): “all consciousness is by its very nature intentional, that
is, directed toward some object”. Phenomenologi dari Husserl (Phenomenologi
modern). Kesadaran berilmu pengetahuan yg pertama-tama adalah kesadaran manusia
tentang objek-objek intensional. Dua arti objek intensional: semantik dan
ontologik.
a. Makna semantik intensional: bila tidak dapat ditampilkan
rumusan equivalennya (satu makna).
b. Ontologik: sesuatu dikatakan intensional bila kesamaan
identitas tidak menjamin utk dikatakan equivalen atau identik
Inti Pemikiran Husserl
Intensionalitas: pengembangan konstruk teori
harus (mengarah, aktif, rasional), yang subjektif, paralel dg penamaan kita.
Logika transendental-pengalaman intersubjektivitas. Seseorang mrp subjek
pengalaman sendiri, tetapi orang lain juga menyadari adanya perilaku eksternal.
Kedua akan saling mengurun (sharing) dlm membangun dunia, budaya, dan nilai
(ilmu)
Munculnya
gugatan terhadap positivisme di mulai tahun 1970-1980an. Pemikirannya
dinamai “post-positivisme”. Tokohnya; Karl R. Popper, Thomas Kuhn, para filsuf
mazhab Frankfurt (Feyerabend, Richard Rotry). Paham ini menentang positivisme,
alasannya tidak mungkin menyamaratakan ilmu-ilmu tentang manusia dengan ilmu
alam, karena tindakan manusia tidak bisa di prediksi dengan satu penjelasan
yang mutlak pasti, sebab manusia selalu berubah.
Post-positivisme
merupakan perbaikan positivisme yang dianggap memiliki kelemahan-kelemahan, dan
dianggap hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang
diteliti. Secara ontologis aliran post-positivisme bersifat critical
realism dan menganggap bahwa realitas memang ada dan sesuai dengan
kenyataan dan hukum alam tapi mustahil realitas tersebut dapat dilihat secara
benar oleh peneliti. Secara epistomologis: Modified dualist/objectivist, hubungan
peneliti dengan realitas yang diteliti tidak bisa dipisahkan tapi harus
interaktif dengan subjektivitas seminimal mungkin. Secara metodologis adalah modified
experimental/ manipulatif.
Sejalan dengan
ajaran filsafat Auguste Comte yang dikenal sebagai bapak Sosiologi, logico
–positivisme yang juga digagas oleh dirinya, merupakan model epistemologi yang
di dalamnya terdapat langkah-langkah progresinya menempuh jalan melalui
observasi, eksperimentasi dan komparasi mendapatkan apresiasi yang berlebihan
sehingga model ini juga mulai dikembangkan dalam penelitian ilmu-ilmu sosial.
Dari sinilah kita akan membahas tiga hal penting tentang positivisme,
post-positivisme dan teori kritis.
3. TEORI
KRITIS
Merupakan
hasil tesis dari deduksi dan induksi konsep-konsep yang tersebar dalam keilmuan
tersebut. Misalnya, teori tentang masyarakat merupakan hasil dari penyimpulan
konsep-konsep para ahli, yang mengatakan bahwa masyarakat adalah kumpulan
manusia yang melakukan interaksi yang dinamis. Teori ini selanjutnya dapat
digunakan untuk menganalisa fenomena budaya dan politik, bahkan sastra,
olahraga dan seni, atau pendekatan multidisipliner. Misalnya dalam budaya pop,
manusia cenderung menjadi cyborg (gabungan alami dan mekanik). Teori kritis
merupakan alternatif baru dalam mengajukan pandangan dunia atau ideologi, yang
secara implisit merupakan suatu politik khusus. Sehingga ia sangat dekat
keterkaitannya dengan dunia politik.
Teori kritis
pertama kali ditemukan oleh Max Hokheimer pada tahun 30-an dan baru terkenal di
tahun 1960-an. Awalnya teori kritis berarti pemaknaan kembali gagasan-gagasan
ideal modernitas yang berkaitan dengan nalar dan kebebasan. Pemaknaan ini
dilakukan dengan mengungkap deviasi dari gagasan-gagasan ideal tersebut dalam
bentuk saintisme, kapitalisme, industri kebudayaan , dan institusipolitik
borjuis.
Teori kritis
menolak skeptisisme dengan tetap mengaitkan antara nalar dan kehidupan sosial.
Dengan demikian, teori kritis menghubungkan ilmu-ilmu sosial yang bersifat
empiris dan interpretatif dengan klaim-klaim normatif tentang kebenaran moralitas
dan keadilannya secara tradisional merupaka bahasan filsafat. Dengan tetap
mempertahankan penekanan terhadap normativitas dalam tradisi filsafat, teori
kritis mendasarkan cara bacaannya dalam konteks jenis penelitian sosial empiris
tertentu, yang digunakan untuk memahami klaim normatif itu dalam konteks
kekinian.
a. Tujuan dan Karakteristik Teori Kritis
Tujuan teori
kritis adalah menghilangkan berbagai bentuk dominasi dan mendorong kebebasan,
keadilan, dan persamaan. Teori ini menggnakan metode reflektif dengan cara
mengkritik secara terus menerus terhadap tatanan atau institusi sosial, politik
atau ekonomi yang ada, yang cenderung tidak kondusif bagi pencapaian kebebasan,
keadilan, dan persamaan.
Ciri khas
teori kritis tidak lain ialah bahwa teori ini tidak sama dengan pemikiran
filsafat dan sosiologi tradisional. Singkatnya pendekatan teori ini tidak
bersifat kontemplatif atau spekulatif murni. Pada titik tertentu,
ia memandang dirinya sebagai pewaris ajaran Karl Marx, sebagai teori yang
menjadi emansipatoris. Selain itu,
tiak hanya mau menjelaskan, mempertimbangkan, mereflesikan,dan menatarealitas
sosial tapi juga teori tersebut mau mengubah. Pada dasarnya, esensi teori
kritis adalah konstruktivisme yatu
memahami keberadaan struktur-struktur sosial dan politik sebagai bagian atau
produk dari intersubyektivitas dan pengetahuan secara alamiah memiliki karakter
politis, terkait dengan kehidupan
sosial dan politik.
b. Macam-Macam Teori Kritis
1) Marxisme
Marxisme
dianggap sebagai dasar pemikiran dari semua teori yang ada dalam tradisi
kritis. Teori ini lahir dari pemikiran Karl Mar, seorang ahli filsafat,
sosiologi, dan ekonomi. Marxisme beranggapan bahwa sarana produksi dalam
masyarakat bersifat terbatas. Ekonomi adalah basis seluruh kehidupan sosial.
Sedangkan saat ini, kehidupan sosial dikuasai oleh kelompok kapitalis, dengan
kata lain sistem ekonomi saat ini adalah sistem ekonomi kapitalis. Dan teori
ini hadir untuk membangun suatu sistem pemikiran filsafat yang benar-benar
menghasilkan kesadaran untuk mengubah realitas.
2) Frankfurt School
“Ingin membuat
cerah dan ingin mengungkap tabir yang menutup tabir, yang telah menutup
kenyataan yang tak manusiawi terhadap
kesadaran kita”. Itulah tujuan utama yang dimiliki oleh aliran ini, di
mana ia ingin mengungkapkan apa yang dirasakan oleh masyarakat kelas tertindas,
yang merasakan ketertindasannya dan melakukan pemberontakan.
3) Postmodernisasi
Paham yang
menolak proyek pencerahan yang dijanjikan modernitas. Menurut penganut
postmodernisasi, modernitas yang ditandai dengan munculnya masyarakat industri
dan banyaknya informasi yang telah memanipulasi berbagai hal termasuk
pengetahuan.
4) Kajian Budaya
Fokus kajian
budaya adalah perubahan sosial yaitu munculnya atau diakuinya budaya-budaya
dalam masyarakat.
5) Feminisme
Teori ini
mengamati bahwa banyak aspek dalam kehidupan memiliki makna gender. Gender
adalah konstrusi sosial yang meskipun bermanfaat tapi telah didominasi oleh
bias laki-laki dan merugian wanita. Teori ini bertujuan untuk menjdikan
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan di dunia.
B.
Tahap Perkembangan Postivisme
Ada 3 tahap
perkembangan positivisme, diantaranya:
1)
Tempat utama
dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun perhatiannya juga
diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika
yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P.
Laffitte, JS. Mill dan Spencer.
2)
Munculnya
tahap kedua dalam positivisme – empirio-positivisme – berawal pada tahun
1870-1890-an dan berpautan dengan Mach dan Avenarius. Keduanya meninggalkan
pengetahuan formal tentang obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu
ciri positivisme awal. Dalam Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan
dari sudut pandang psikologisme ekstrim, yang bergabung dengan subyektivisme.
3)
Perkembangan
positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan
tokoh-tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain. Serta kelompok
yang turut berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat
Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran
seperti atomisme logis, positivisme logis, serta semantika. Pokok bahasan
positivisme tahap ketiga ini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis,
struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
C.
Perbedaan Paradigma Positivisme
dan Post Positivisme
Untuk dapat
membedakan paradigma Positivistisme dan paradigma
post positivitisme
maka penulis merumuskan dalam bentuk tabel berikut:
ASUMSI
|
POSITIVISTIK
|
POS-POSITIVISTIK
|
Ontologi
|
Bersifat nyata, artinya realita itu mempunyai
keberadaan sendiri dan diatur oleh hukum-hukum alam dan mekanisme yang
bersifat tetap.
|
Realis kritis – artinya realitas itu memang ada,
tetapi tidak akan pernah dapat dipahami sepenuhnya.
|
Epistemologi
|
dualis/objektif, adalah mungkin dan esensial bagi
peneliti untuk mengambil jarak dan bersikap tidak melakukan interaksi dengan
objek yang diteliti.
Nilai, faktor bias dan faktor yang mempengaruhi lainnya
secara otomatis tidak mempengaruhi hasil studi.
|
Objektivis modifikasi - artinya objektivitas
tetap merupakan pengaturan (regulator) yang ideal, namun objektivitas hanya
dapat diperkirakan dengan penekanan khusus pada penjaga eksternal, seperti
tradisi dan komunitas yang kritis.”
|
Indikator lain yang membedakan antara paradigma
Positivistisme dan
post
positivitisme, antara lain:
a) Post positivitisme
lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi
melalui berbagai macam metode, sedangkan positivisme tidak.
b) Positivisme
adalah anti realis yang menolak adanya realita dari suatu teori, sedangkan post
positivisme tidak.
c) Post
positivitisme menolak kriteria objektifitas, sedangkan positivisme tidak.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan.
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam
segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan
apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk. Di sisi
lain Post-positivisme merupakan perbaikan positivisme yang
dianggap memiliki kelemahan-kelemahan, dan dianggap hanya mengandalkan
kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Sedangkan TEORI KRITIS
merupakan hasil tesis dari deduksi dan induksi konsep-konsep yang
tersebar dalam keilmuan tersebut.
Ketiganya memang memiliki keterkaitan, tapi
di sisi lain tahap perkembangan dan paradigma yang di miliki membuatnya sedikit
mempunyai garis perbedaan.
B.
Saran
Dengan adanya pembahasan mengeni berbagai pardigma
ini, kita diharapkan mampu memahami seluk beluk penelitian untuk menemukan
hakikat ilmu pengetahuan yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kukla, Andre. 2003. ”Konstruktivisme Sosial dan Filsafat Ilmu”. Yogyakarta: Jendela.
Muhadjir, Noeng. 2001. “Filsafat Ilmu”. Yogyakarta: Rake Sarasin
[1]
Muhammad
Muslih, “Artikel Perspekif positivisme dan
postpositivisme” http://catatananakfikom.com/2013/03/
diakses pada 20 Desember 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar