PENGAMALAN PANCASILA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Pancasila”

Disusun oleh :
Hanum Nurrikatus Sholichah (1114117)
Kanti wilujeng Sardi (1114113)
Dosen Pengampu:
Drs. M. Ansor Anwar, M.P
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
JOMBANG
2014
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kahadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan karunia, taufiq, dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan
baik.
Shalawat
dan salam semoga tetap mengalir deras pada pejuang kita yang namanya populer
dan berkibar diseluruh dunia yakni Nabi besar Muhammad Saw. Yang mana dengan
perjuangan beliau kita dapat berada dalam cahaya islam dan iman.
Selanjutnya
penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
banyak kekurangan, sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
konstruktif demi kesempurnaan dalam penulisan makalah selanjutnya.
Akhirnya
penulis berdo’a semoga makalah ini akan membawa manfaat pada penulis khususnya
dan pembaca pada umumnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan
sebagai dasar negara seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945, adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia serta merupakan kepribadian dan
pandangan hidup bangsa kita, yang telah
mengatasi percobaan dan ujian sejarah, sehingga kita meyakini sedalam-dalamnya
akan kemampuan dan kesaktiannnya.
Guna melestarikan keampuhan dan kesaktian
pancasila itu, perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan
pengamalan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya oleh setiap Warganegara
Indonesia, setiap Penyelenggara Negara serta setiap lembaga kenegaraan dan
kemasyarakatan, baik di Pusat maupun di Daerah. Dan lebih dari itu, kita yakin
bahwa pancasila itulah yang memberi kekuatan hidup pada bangsa Indonesia serta
membimbing kita semua dalam mengejar kekuatan lahir batin yang makin baik di
dalam masyarakat yang adil dan makmur. Untuk itu pancasila harus kita amalkan
dalam kehidupan nyata sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi, kehidupan
kemasyarakatan, maupun dalam kehidupan kenegaraan.
Untuk memungkinkan dan memudahkan pelaksanaan
penghayatan dan pengamalan pancasila, diperlukan suatu pedoman yang dapat
menjadi penuntun bagi sikap dan tingkah laku setiap masyarakat Indonesia dalam
kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila, sebagaimana tercantum dalam Naskah yang menjadi lampiran daripada
Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978, telah memberikan petunjuk tentang penghayatan
dan pengamalan Pancasila.
Dengan demikian jelas pula apa yang perlu kita
lakukan dalam mengamalkan pancasila itu dalam kehidupan nyata sehari-hari.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjabaran kelima asas dalam
pancasila menjadi butir-butir yang dapat diamalkan
?
2. Bagaimana proses pengamalan pancasila yang bersifat manusiawi ?
3. Apa tujuan secara global pengamalan pancasila itu sendiri ?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui penjabaran kelima asas dalam pancasila menjadi bukti pengamalan
sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan pancasila.
2.
Untuk mengetahui proses pengamalan pancasila
yang bersifat manusiawi.
3.
Untuk
memahami tujuan pengamalan pancasila secara gobal.
D.
Manfaat
Manfaat
yang diharapkan dalam makalah ini dapat
ditinjau secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis, makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan motivasi kepada segenap warga negara Indonesia untuk bersikap lebih proposional dalam
memposisikan diri dalam mengamalkan butir-butir pancasila.
Sedangkan secara
praktis, makalah ini
diharapkan dapat memberikan masukan kepada jajaran pemerintahan
bagaimana mengelola para warga negara agar
terjadi peningkatan kualitas sumber daya manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Butir-Butir
Pengamalan Pancasila
Seperti
yang dinyatakan dalam ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978, maka “Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” itu dinamakan “Ekaprasetia Pancakarsa”.[1]
“Ekaprasetia
Pancakarsa” berasal
dari bahasa Sansekerta. Secara harfiah “Eka”
berarti satu atau tunggal, “prasetia”
berarti janji atau tekad,
“panca” berarti lima, dan “karsa” berarti
kehendak yang kuat. Dengan demikian
“Ekaprasetia Pancakarsa” berarti tekad yang tunggal untuk melaksanakan lima
kehendak. Dalam hubungannya dengan ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 maka lima
kehendak yang kuat itu adalah kehendak untuk melaksanakan kelima Sila dari
Pancasila. Dan yang lebih penting adalah memahami “Ekaprasetia Pancakarsa” dan
kedalaman semangat serta maksudnya.
Karena merupakan tekad, maka janji dalam
“Ekaprasetia Pancakarsa” lebih merupakan tekad yang tumbuh dari kesadaran
sendiri atau merupakan janji terhadap dirinya sendiri yang merupakan panggilan
hati nurani , dan tidak merupakan sesuatu yang dipaksakan dari luar.
Ketetapan MPR No. II/MR/1978 tentang
Ekaprasetia Pancakarsa menjadikan kelima asas dalam pancasila menjadi 36 butir
pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan pancasila.[2]
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa
a. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
b. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan
hidup.
c. Saling menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
d. Tidak memaksakan suatu
agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
a.
Mengakui persamaan
derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
b. Saling mencintai sesama
manusia.
c. Mengembangkan sikap
tenggang rasa.
d. Tidak semena-mena terhadap
orang lain.
e. Menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan.
f. Gemar melakukan
kegiatan kemanusiaan.
g. Berani membela
kebenaran dan keadilan.
h. Bangsa Indonesia merasa
dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap
hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3.
Persatuan Indonesia
a.
Menempatkan kesatuan,
persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadi atau golongan.
b.
Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
c.
Cinta Tanah Air dan Bangsa.
d.
Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air
Indonesia.
e.
Memajukan pergaulan
demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber- Bhinneka Tunggal Ika.
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
b.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
c.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan
untuk kepentingan bersama.
d.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat
kekeluargaan.
e.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima
dan melaksanakan hasil musyawarah.
f.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai
dengan hati nurani yang luhur.
g.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung
jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
a.
Mengembangkan
perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan
dan gotong-royong.
b.
Bersikap adil.
c.
Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d.
Menghormati hak-hak orang lain.
e.
Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
f.
Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
g.
Tidak bersifat boros.
h.
Tidak bergaya hidup mewah.
i.
Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan
umum.
j.
Suka bekerja keras.
k.
Menghargai hasil karya orang lain.
l.
Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata
dan berkeadilan sosial.
Namun, ketetapan ini
kemudian dicabut dengan Tap MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila.[3]
1. Sila pertama
Bintang
a. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
b.
Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
c.
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama
antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
d.
Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
e.
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha
Esa.
f.
Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
g.
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2. Sila kedua
Rantai
a. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
b.
Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan
kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama,
kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
c.
Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
d.
Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa
selira.
e.
Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang
lain.
f.
Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
g.
Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
h.
Berani membela kebenaran dan keadilan.
i.
Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari
seluruh umat manusia.
j.
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama
dengan bangsa lain.
3. Sila ketiga
Pohon Beringin
a.
Mampu menempatkan
persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara
sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
b.
Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara
dan bangsa apabila diperlukan.
c.
Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
d.
Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan
bertanah air Indonesia.
e.
Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
f.
Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka
Tunggal Ika.
g.
Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan
bangsa.
4. Sila keempat
Kepala Banteng
a. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia
mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
b.
Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
c.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan
untuk kepentingan bersama.
d.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh
semangat kekeluargaan.
e.
Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan
yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
f. Dengan iktikad baik dan
rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
g.
Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di
atas kepentingan pribadi dan golongan.
h.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai
dengan hati nurani yang luhur.
i. Keputusan yang diambil
harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan
keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
j.
Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang
dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
5. Sila kelima
Padi dan Kapas
a.
Mengembangkan perbuatan
yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
b. Mengembangkan sikap
adil terhadap sesama.
c.
Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d.
Menghormati hak orang lain.
e. Suka memberi
pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
f.
Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang
bersifat pemerasan terhadap orang lain.
g. Tidak menggunakan hak
milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
h.
Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan
atau merugikan kepentingan umum.
i.
Suka bekerja keras.
j.
Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat
bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
k.
Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan
kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
B. Pancasila yang Manusiawi
Setiap
manusia mempunyai keinginan untuk mempertahankan hidup dan mengejar kehidupan
yang lebih baik. Ini merupakan naluri yang paling kuat dalam diri manusia. Dan
seperti yang diisyaratkan oleh ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978, maka pancasila
yang bulat dan utuh itu memberi keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia
bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai apabila didasarkan atas keselarasan dan
keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia
dengan masyarakat, dengan alam, bangsa, Tuhan, maupun dalam mengejar kemajuan
lahiriah dan kebahagiaaan rohaniah.
Pancasila menempatkan manusia dalam keluhuran
harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Manusialah yang
menjadi titik tolak daripada usaha kita untuk memahami manusia itu sendiri,
manusia dengan masyarakatnya, dan dengan
segenap lingkungan hidupnya. Adapun manusia yang kita pahami bukanlah manusia
yang luar biasa. Melainkan mereka yang memiliki kekuatan juga yang dilekati
dengan berbagai kelemahan. Manusia yang hendak kita pahami serta yang kita
harapkan untuk menghayati dan mengamalkan pancasila bukanlah mereka yang kita
tempatkan di luar batas kemampuan dan kelayakan manusiawi tadi. Dengan
perkataan lain, pedoman untuk menghayati dan mengamalkan pancasila harus tetap
manusiawi, artinya merupakan pedoman yang memang mungkin dilaksanakan oleh
manusia biasa.
Dalam usaha kita untuk mengamalkan pancasila,
kita memang perlu menyelaraskan angan-angan dengan kenyataan. Kita boleh
melambungkan angan-angan kita mengenai kehidupan pribadi dan bermasyarakat yang
kita anggap baik, seperti yang kita bayangkan mengenai kehidupan berdasarkan
pancasila. Tetapi di lain pihak kita harus tetap berpijak mengenai kemampuan
manusiawi untuk mewujudkan angan-angan yang indah itu. Bagi manusia bersikap
dan bertingkah laku di luar batas kemampuan dan kelayakan manusiawi adalah
mustahil. Namun dengan menyadari sepenuhnya kodrat dan martabat kita sebagai
manusia, kita harus terus berusaha untuk meningkatkan corak dan mutu kehidupan
kita yang kita kembangkan dari serba hubungan yang terdapat antara kita sebagai
makhluk pribadi secara kodrati dengan segenap lingkungan sosial kita.
C. Tujuan Pengamalan
Pancasila
Karena merupakan pengamalan pancasila, maka
dalam mewujudkan sikap hidup tadi, manusia Indonesia dituntut oleh kelima sila
dalam pancasila, oleh rasa Ketuhanan Yang Maha Esa, oleh rasa perikemanusiaan
yang adil dan beradab, oleh kesadaran untuk memperkokoh pesatuan Indonesia,
oleh sikap yang menjunjung tinggi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluuruh rakyat
Indonesia.
Pengamalan pancasila iu sendiri tidak lain
bertujuan untuk mewujudkan kehidupan pribadi dan kehidupan bersama yang kita
cita-citakan, kehidupan yang kita anggap baik. Dan untuk merasakan kehidupan
yang kita anggap baik itulah tujuan akhir dari pembangunan bangsa dan negara
kita. Sama halnya dengan semua bangsa lain, bangsa indonesia juga terdiri dari
berbagai kelompok masyararakat besar maupun kecil, setiap kelompok masyarakat
terdiri dari berbagai keluarga, dan setiap keluarga terdiri dari berbagai
pribadi. Oleh karena itu, membangun bangsa dan negara berdasarkan pancasila,
pada akhirnya, berarti membangun manusia-manusia pancasila.[4]
Mungkin pada awalnya, masyarakat yang adil dan
makmurlah yang harus terwujud, baru apabila masyarakat yang demikian telah
terbentuk, maka di sanalah akan lahir manusia-manusia pancasila.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan
sebagai dasar negara seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945, adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia serta merupakan kepribadian dan
pandangan hidup bangsa kita, yang telah
kita yakini sedalam-dalamnya akan kemampuan dan kesaktiannnya. Sehingga untuk
melestarikan keampuhan dan kesaktian pancasila itu, perlu diusahakan secara
nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamalan nilai-nilai yang terkandung
di dalamnya oleh seluruh keluarga besar Indonesia.
Sebagai suatu dasar filsafat negara pula, maka
sila-sila dalam pancasila merupakan suatu sistem nilai. Oleh karena itu,
sila-sila dalam pancasila itu pada hakikatnya merupakan suatu kasatuan.
Meskipun dalam setiap sila terkandung nilai-nilai yang memiliki perbedaan
antara yang satu dan yang lainnya, namun kesemuanya tidak lain merupakan suatu
kesatuan yang sistematis dan tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan
sila-sila yang lain.
Karena obyek sasaran dalam pengamalan pancasila
di sini adalah manusia itu sendiri, maka proses pengamalan pancasila harus
bersifat manusiawi yang tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
tanpa menjatuhkannya sedikitpun serta tetap harus ada batasan-batasan sesuai
kemampuan yang dapat diusahakan oleh manusia tanpa harus membebaninya. Sehingga
pada akhirnya, tujuan dari pengamalan pancasila yakni untuk melahirkan
manusia-manusia yang berjiwa pancasila seutuhnya pun mampu terwujud.
B.
Saran
Pengamalan pancasila yang berguna untuk
melestarikan keampuhan dan kesaktian pancasila serta bertujuan untuk mencetak
pribadi yang berjiwa pancasila, merupakan suatu kewajiban bagi seluruh yang
berada di bawah naungan panji Indonesia. Sehingga diperlukan kesadaran tinggi
untuk dapat menepati janji berupa tekad yang termaktub dalam Ekaprasetya Pancakarsa. Kesadaran
pribadi tiap individu itulah yang nantinya akan menuntun bahwa janji berupa
tekad itu merupakan panggilan hati nurani bukan sebagai suatu paksaan dari
luar.
DAFTAR
PUSTAKA
Kaelan.
2010. Pendidikan pancasila.
Yogyakarta: Paradigma.
Wahjono,
padmo. 1984. Bahan-bahan pedoman
penghayatan dan pengamalan pancasila. Jakarta: Aksara Baru Jakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pedoman_Penghayatan_dan_Pengamalan_Pancasila
[1] Padmo Wahjono, Bahan-bahan
pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila (Jakarta: Aksara Baru Jakarta, 1984), 25
[3] Code
Margonda, “Wikipedia Bahasa Indonesia”, http://id.wikipedia.org/wiki/Pedoman_Penghayatan_dan_Pengamalan_Pancasila diakses pada 12 Oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar