Rabu, 08 Februari 2017

PENGAMALAN PANCASILA



PENGAMALAN PANCASILA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Pancasila”





Disusun oleh :
Hanum Nurrikatus Sholichah (1114117)
Kanti wilujeng Sardi (1114113)


Dosen Pengampu:
Drs. M. Ansor Anwar, M.P


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
JOMBANG
2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur kahadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan karunia, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik.
Shalawat dan salam semoga tetap mengalir deras pada pejuang kita yang namanya populer dan berkibar diseluruh dunia yakni Nabi besar Muhammad Saw. Yang mana dengan perjuangan beliau kita dapat berada dalam cahaya islam dan iman.
Selanjutnya penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan, sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif demi kesempurnaan dalam penulisan makalah selanjutnya.
Akhirnya penulis berdo’a semoga makalah ini akan membawa manfaat pada penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.




                      Penulis







BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia serta merupakan kepribadian dan pandangan hidup  bangsa kita, yang telah mengatasi percobaan dan ujian sejarah, sehingga kita meyakini sedalam-dalamnya akan kemampuan dan kesaktiannnya.
Guna melestarikan keampuhan dan kesaktian pancasila itu, perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamalan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya oleh setiap Warganegara Indonesia, setiap Penyelenggara Negara serta setiap lembaga kenegaraan dan kemasyarakatan, baik di Pusat maupun di Daerah. Dan lebih dari itu, kita yakin bahwa pancasila itulah yang memberi kekuatan hidup pada bangsa Indonesia serta membimbing kita semua dalam mengejar kekuatan lahir batin yang makin baik di dalam masyarakat yang adil dan makmur. Untuk itu pancasila harus kita amalkan dalam kehidupan nyata sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi, kehidupan kemasyarakatan, maupun dalam kehidupan kenegaraan.
Untuk memungkinkan dan memudahkan pelaksanaan penghayatan dan pengamalan pancasila, diperlukan suatu pedoman yang dapat menjadi penuntun bagi sikap dan tingkah laku setiap masyarakat Indonesia dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, sebagaimana tercantum dalam Naskah yang menjadi lampiran daripada Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978, telah memberikan petunjuk tentang penghayatan dan pengamalan Pancasila.
Dengan demikian jelas pula apa yang perlu kita lakukan dalam mengamalkan pancasila itu dalam kehidupan nyata sehari-hari.


                                                                            
B.   Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjabaran kelima asas dalam pancasila menjadi butir-butir yang dapat diamalkan  ?
2. Bagaimana proses pengamalan pancasila yang bersifat manusiawi ?
3. Apa tujuan secara global pengamalan pancasila itu sendiri ?

C.  Tujuan
1.      Untuk mengetahui penjabaran kelima asas dalam pancasila menjadi bukti pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan pancasila.
2.      Untuk mengetahui proses pengamalan pancasila yang bersifat manusiawi.
3.      Untuk  memahami tujuan pengamalan pancasila secara gobal.

D.  Manfaat
Manfaat yang diharapkan dalam makalah  ini dapat ditinjau secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis, makalah  ini diharapkan dapat memberikan sumbangan motivasi kepada segenap warga negara Indonesia untuk bersikap lebih proposional dalam memposisikan diri dalam mengamalkan butir-butir pancasila.
Sedangkan secara praktis, makalah ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada jajaran pemerintahan bagaimana mengelola para warga negara agar terjadi peningkatan kualitas sumber daya manusia.










BAB II
PEMBAHASAN

A.  Butir-Butir Pengamalan Pancasila
 Seperti yang dinyatakan dalam ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978, maka “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” itu dinamakan “Ekaprasetia Pancakarsa”.[1]
“Ekaprasetia Pancakarsa” berasal dari bahasa Sansekerta. Secara harfiah “Eka” berarti satu atau tunggal, “prasetia” berarti janji  atau tekad, “panca” berarti lima, dan “karsa” berarti kehendak yang kuat. Dengan demikian “Ekaprasetia Pancakarsa” berarti tekad yang tunggal untuk melaksanakan lima kehendak. Dalam hubungannya dengan ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 maka lima kehendak yang kuat itu adalah kehendak untuk melaksanakan kelima Sila dari Pancasila. Dan yang lebih penting adalah memahami “Ekaprasetia Pancakarsa” dan kedalaman semangat serta maksudnya.
Karena merupakan tekad, maka janji dalam “Ekaprasetia Pancakarsa” lebih merupakan tekad yang tumbuh dari kesadaran sendiri atau merupakan janji terhadap dirinya sendiri yang merupakan panggilan hati nurani , dan tidak merupakan sesuatu yang dipaksakan dari luar.
Ketetapan MPR No. II/MR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjadikan kelima asas dalam pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan pancasila.[2]
1.    Ketuhanan Yang Maha Esa
a.    Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
b.    Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
c.    Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
d.   Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2.    Kemanusiaan yang adil dan beradab
a.    Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
b.    Saling mencintai sesama manusia.
c.    Mengembangkan sikap tenggang rasa.
d.   Tidak semena-mena terhadap orang lain.
e.    Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
f.     Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
g.    Berani membela kebenaran dan keadilan.
h.    Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3.    Persatuan Indonesia
a.    Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
b.    Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
c.    Cinta Tanah Air dan Bangsa.
d.   Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
e.     Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber- Bhinneka Tunggal Ika.
4.    Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
a.    Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
b.    Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
c.    Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
d.   Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
e.    Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.
f.     Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
g.    Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5.    Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
a.    Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
b.    Bersikap adil.
c.    Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d.   Menghormati hak-hak orang lain.
e.    Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
f.     Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
g.    Tidak bersifat boros.
h.    Tidak bergaya hidup mewah.
i.      Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
j.      Suka bekerja keras.
k.    Menghargai hasil karya orang lain.
l.      Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Namun, ketetapan ini kemudian dicabut dengan Tap MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila.[3]
1. Sila pertama
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/6/69/Pancasila_Sila_1_Star.svg/80px-Pancasila_Sila_1_Star.svg.png
   Bintang
a.    Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b.    Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
c.    Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
d.   Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
e.    Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
f.     Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
g.    Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2. Sila kedua
           http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/9/9d/Pancasila_Sila_2_Chain.svg/80px-Pancasila_Sila_2_Chain.svg.png
             Rantai
a.    Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
b.    Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
c.    Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
d.   Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
e.    Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
f.     Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
g.    Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
h.    Berani membela kebenaran dan keadilan.
i.      Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
j.      Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3.    Sila ketiga
            http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/a/a8/Pancasila_Sila_3_Banyan_Tree.svg/80px-Pancasila_Sila_3_Banyan_Tree.svg.png
         Pohon Beringin
a.    Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
b.    Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
c.    Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
d.   Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
e.    Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
f.     Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
g.    Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4.    Sila keempat
            http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/f1/Pancasila_Sila_4_Buffalo%27s_Head.svg/80px-Pancasila_Sila_4_Buffalo%27s_Head.svg.png
         Kepala Banteng
a.    Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
b.    Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
c.    Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
d.   Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
e.    Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
f.     Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
g.    Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
h.    Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
i.      Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
j.      Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
5.     Sila kelima
            http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/b9/Pancasila_Sila_5_Rice_and_Cotton.svg/80px-Pancasila_Sila_5_Rice_and_Cotton.svg.png
        Padi dan Kapas
a.    Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
b.    Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
c.    Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d.   Menghormati hak orang lain.
e.    Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
f.     Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
g.    Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
h.    Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
i.      Suka bekerja keras.
j.      Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
k.    Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

B.   Pancasila yang Manusiawi
 Setiap manusia mempunyai keinginan untuk mempertahankan hidup dan mengejar kehidupan yang lebih baik. Ini merupakan naluri yang paling kuat dalam diri manusia. Dan seperti yang diisyaratkan oleh ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978, maka pancasila yang bulat dan utuh itu memberi keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai apabila didasarkan atas keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia dengan masyarakat, dengan alam, bangsa, Tuhan, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaaan rohaniah.
Pancasila menempatkan manusia dalam keluhuran harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Manusialah yang menjadi titik tolak daripada usaha kita untuk memahami manusia itu sendiri, manusia dengan  masyarakatnya, dan dengan segenap lingkungan hidupnya. Adapun manusia yang kita pahami bukanlah manusia yang luar biasa. Melainkan mereka yang memiliki kekuatan juga yang dilekati dengan berbagai kelemahan. Manusia yang hendak kita pahami serta yang kita harapkan untuk menghayati dan mengamalkan pancasila bukanlah mereka yang kita tempatkan di luar batas kemampuan dan kelayakan manusiawi tadi. Dengan perkataan lain, pedoman untuk menghayati dan mengamalkan pancasila harus tetap manusiawi, artinya merupakan pedoman yang memang mungkin dilaksanakan oleh manusia biasa.
Dalam usaha kita untuk mengamalkan pancasila, kita memang perlu menyelaraskan angan-angan dengan kenyataan. Kita boleh melambungkan angan-angan kita mengenai kehidupan pribadi dan bermasyarakat yang kita anggap baik, seperti yang kita bayangkan mengenai kehidupan berdasarkan pancasila. Tetapi di lain pihak kita harus tetap berpijak mengenai kemampuan manusiawi untuk mewujudkan angan-angan yang indah itu. Bagi manusia bersikap dan bertingkah laku di luar batas kemampuan dan kelayakan manusiawi adalah mustahil. Namun dengan menyadari sepenuhnya kodrat dan martabat kita sebagai manusia, kita harus terus berusaha untuk meningkatkan corak dan mutu kehidupan kita yang kita kembangkan dari serba hubungan yang terdapat antara kita sebagai makhluk pribadi secara kodrati dengan segenap lingkungan sosial kita.

C.  Tujuan Pengamalan Pancasila
Karena merupakan pengamalan pancasila, maka dalam mewujudkan sikap hidup tadi, manusia Indonesia dituntut oleh kelima sila dalam pancasila, oleh rasa Ketuhanan Yang Maha Esa, oleh rasa perikemanusiaan yang adil dan beradab, oleh kesadaran untuk memperkokoh pesatuan Indonesia, oleh sikap yang menjunjung tinggi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluuruh rakyat Indonesia.
Pengamalan pancasila iu sendiri tidak lain bertujuan untuk mewujudkan kehidupan pribadi dan kehidupan bersama yang kita cita-citakan, kehidupan yang kita anggap baik. Dan untuk merasakan kehidupan yang kita anggap baik itulah tujuan akhir dari pembangunan bangsa dan negara kita. Sama halnya dengan semua bangsa lain, bangsa indonesia juga terdiri dari berbagai kelompok masyararakat besar maupun kecil, setiap kelompok masyarakat terdiri dari berbagai keluarga, dan setiap keluarga terdiri dari berbagai pribadi. Oleh karena itu, membangun bangsa dan negara berdasarkan pancasila, pada akhirnya, berarti membangun manusia-manusia pancasila.[4]
Mungkin pada awalnya, masyarakat yang adil dan makmurlah yang harus terwujud, baru apabila masyarakat yang demikian telah terbentuk, maka di sanalah akan lahir manusia-manusia pancasila.

















BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia serta merupakan kepribadian dan pandangan hidup  bangsa kita, yang telah kita yakini sedalam-dalamnya akan kemampuan dan kesaktiannnya. Sehingga untuk melestarikan keampuhan dan kesaktian pancasila itu, perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamalan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya oleh seluruh keluarga besar Indonesia.
Sebagai suatu dasar filsafat negara pula, maka sila-sila dalam pancasila merupakan suatu sistem nilai. Oleh karena itu, sila-sila dalam pancasila itu pada hakikatnya merupakan suatu kasatuan. Meskipun dalam setiap sila terkandung nilai-nilai yang memiliki perbedaan antara yang satu dan yang lainnya, namun kesemuanya tidak lain merupakan suatu kesatuan yang sistematis dan tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan sila-sila yang lain.
Karena obyek sasaran dalam pengamalan pancasila di sini adalah manusia itu sendiri, maka proses pengamalan pancasila harus bersifat manusiawi yang tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia tanpa menjatuhkannya sedikitpun serta tetap harus ada batasan-batasan sesuai kemampuan yang dapat diusahakan oleh manusia tanpa harus membebaninya. Sehingga pada akhirnya, tujuan dari pengamalan pancasila yakni untuk melahirkan manusia-manusia yang berjiwa pancasila seutuhnya pun mampu terwujud.

B.   Saran
Pengamalan pancasila yang berguna untuk melestarikan keampuhan dan kesaktian pancasila serta bertujuan untuk mencetak pribadi yang berjiwa pancasila, merupakan suatu kewajiban bagi seluruh yang berada di bawah naungan panji Indonesia. Sehingga diperlukan kesadaran tinggi untuk dapat menepati janji berupa tekad yang termaktub dalam Ekaprasetya Pancakarsa. Kesadaran pribadi tiap individu itulah yang nantinya akan menuntun bahwa janji berupa tekad itu merupakan panggilan hati nurani bukan sebagai suatu paksaan dari luar.


























DAFTAR PUSTAKA

Kaelan. 2010. Pendidikan pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Wahjono, padmo. 1984. Bahan-bahan pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila. Jakarta: Aksara Baru Jakarta.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pedoman_Penghayatan_dan_Pengamalan_Pancasila









[1] Padmo Wahjono, Bahan-bahan pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila (Jakarta: Aksara Baru Jakarta, 1984), 25
[2] Ibid., 29
[3] Code Margonda, “Wikipedia Bahasa Indonesia”, http://id.wikipedia.org/wiki/Pedoman_Penghayatan_dan_Pengamalan_Pancasila diakses pada 12 Oktober 2014


[4] Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma,2010), 118

Tidak ada komentar:

Posting Komentar